Title :14th June
Author : devIL'21
Genre : family, friendship, romance
Length : oneshoot
Cast :
- yoo eun ra
- Kim Jonghyun
- Choi min ho
- Song eun hwa
aku hanya meminta senyummannya mengarah padaku
Senyuman tulus menyayangiku
Senyuman yang menginginkan diriku
Hanya itu yang kupinta darinya
apakah itu berlebihan?
*****
“kenapa dia masih bersikap seperti itu padamu?”Tanya eun hwa, disela eun ra sedang asik mencatat materi dari papan tulis.
“entahlah,, kerjakan saja tugasmu, jangan mengurusi masalahku”jawab eun ra, ketus. ia enggan menjawab pertanyaan kawannya itu, karena ia tahu jika mengingat masalah kejadian tadi akan membuat lka hatinya semakin perih.
“aiesh... masalahnya kau itu berada di sampingku dan aku tahu, di dalam otakmu itu” eun ra mengetuk pulpen pada kepala eun ra, "sedang memikirkan hal tadi. ayolah~ kalau kau tidak mau cerita aku tidak apa - apa"tutur eun hwa dengan wajahnya yang tak berdosa.
“sssst… diam saja.. ini urusan aku dengannya, urusi saja”desis eun ra,kesal. Karena sejak tadi, eun hwa terus - terusan memaksanya sedari tadi untuk menceritakan kejadian tadi pagi antaranya dengan kakaknya.
Bagaimanapun juga aku tidak akan selalu menceritakan urusanku dengannya padamu, bukan? Semua masalah bisa aku ceritakan padamu, tapi untuk yang satu ini tak mungkin. mianhae, eun ra, batin eun ra.
lima menit terakhir kali adu mulut di antara kedua sahabat itu, tiba - tiba eun ra menggenggam tangan eun hwa. "eun hwa, aku harus pulang. kau bisa mengizinkan aku saat absen'kan?"
barulah eun hwa menyadari perubahan raut wajah sahabatnya itu, yang sedari tadi duduk di sampingnya kini berubah menjadi pucat. "ada apa, eun ra? kenapa kau terlihat pucat?" tanya eun hwa panik.
eun ra menggemas perutnya yang kini malah memaki seluruh tubuhnya, ia lemas sekarang. "aku harus pulang. aku~" sakit yang memakinya semakin menjadi - jadi "aku harus pulang. tolong, un hwa" tanpa pintaan lagi, eun ra langsung menenteng tasnya serabutan.
bukannya pulang kerumah sesuai yang ia katakan pada eun hwa, eun ra malah pergi ke rumah keduanya. salah satu tempat yang di jadikan sebagai tempat kedua ia pulang, yaitu rumah sakit. ia baru ingat, seharusnya kemarin ia cuci darah, dan karena keteledorannya, efeknya malah akan bisa membawanya kejalan kematian.
Tuhan,, tolong berikan aku kehidupan yang lebih panjang. setelah aku bisa termaafkan olehnya, jemputlah aku. karena saat itulah bebanku akan terbang bersama kesakitan ini.
_____**** EUN RA'S POV ****_____
“annyeong” salamku pada pelayanku, ren do namanya, didepan pintu rumahku yang sudah terbuka lebar yang telah ia bukakan untukku, tepat saat sekujur tubuhku penuh dengan kepenatan dan peluh yang menempel disekujur tubuhku, yang jelas kacau!
“annyeong” jawab pelayan laki- laki itu, dengan senyum merekah dibibirnya, dan senyumannya segera berubah saat melihat keadaanku, “aigoo,,, eun ra-ah waeyoo?”ujarnya dengan agak terbelalak, sembari melepaskan tas yang kusandang dengan ugal-ugalan."sudah kukatakan anda tidak boleh terlalu kelelahan, nanti sakit”sambungnya lagi. "dokter tadi menelponku bahwa kau kemarin lusa tidak kesana, malah kemarin kau baru datang dan pingsan di sana!! sekarang kau malah kelelahan!!" ren do menghela napas, ren do sudah bosan menasehati gadis ini. tapi, apa boleh buat?"apa kau tidak bisa mendengarkanku? kenapa kau tidak bisa di beritahu, oeh?"
“hm.. oppa sudah pulang?”tanyaku, mengabaikan kata-katanya padaku, seraya berjalan mengarah kamarku dengan sempoyongan saking lelahnya, karena kegiatan sekolahku yang tak henti-hentinya menyiksa tubuhku.
“belum”ujarnya, agak canggung.
“sudah.. tapi, pergi lagi”sambung pelayanku, agak terbata-bata.
“oh,, bawa pakaian lagi?”tanyaku dengan nada datar, walau sebenarnya agak kesal.
“sepertinya ia”jawab pelayanku, canggung, dan merunduk, mengikutiku langkahku dari belakang
“oh..” desahku, sudah biasa dengan keadaan ini. Saat kakakku yang satu-satunya dan keluargaku satu-satunya bersikap seperti itu.
“eun ra-ah, gwenchanayoo?”Tanya pelayanku agak enggan, seperti takut – takut tapi dari raut wajahnya terlihat cemas padaku.
“gwenchana,,”ujarku enggan kemudian merampas tas yang dipikulnya dengan agak sopan, dan menyunggingkan senyum sekilas walau berkesan pahit padanya, agar rasa kecemasannya bisa hilang. Lalu aku menutup kamarku, membiarkan sosok pelayanku hilang dari balik pintu kamarku.
Aku merebahkan tubuhku diatas kasur empukku, walau dalam hatiku terasa janggal.
“huuueft” aku menghembuskan nafas panjang, mencoba termenung, memikirkan kesalahan terbesarku padanya. Rutinitas keseharianku..
Hanya semenit berlalu, air mataku mengalir dengan mulus, hingga membasahi kasurku.
~Dia orang yang aku sayangi, walaupun ia membenciku . tapi, Aku hanya bisa menunggu saat keajaiban aku bisa berbicara dengannya lagi, tertawa bersama, menangis, pergi bersama seperti biasa layak seperti dulu. Aku merindukan saat – saat aku bersamanya lagi.
Angan-anganku ini sudah membusuk dalam pikiranku, aku selalu berharap akan ada keajaiban saat – saat dimana aku dengannya berbahagia. Tapi, itu tidak mungkin saat aku melakukan kesalahan terbesar dan sakit yang luar biasa untuknya~
tiba - tiba poselku berdering, dan aku segera mengambilnya.
“waeyoo?... hm,, sebenarnya aku malas pergi keluar,, tapii, tak apalah.. lumayan hari sabtu.. aku juga bosan dirumah sendiri.. ne, ditaman.. annyeong” aku menutup flap ponselku, lalu meletakkan ponselku diatas meja belajarku, kemudian melesat kekamar mandi setelah mengusap pipiku yang ternyata masih basah, walau sudah agak mengering karena aku sempat terlelap.
sesampai aku di taman, “annyeong…” seruku saat, menemukan sosok lelaki sedang asik menikmati hembusan angin yang menerpanya seraya membaca novel diatas sebuah bangku putih yang teduh dibawah pohon, bernama choi min ho.
aku mengenalnya selama ini sebagai kakak seniorku, sahabat, sekaligus penolong bagiku. aku mengenalnya di sini, karena waktu itu, aku masih hidup karenanya. saat itu, ia yang menyelamatkanku ketika aku terkapar di taman ini, dan ialah yang menyelatkanku dengan membawaku ke rumah sakit.
“eh,, duduk sini”jawabnya agak terbata karena terkejut menemukanku yang sudah berdiri dihadapannya. Akupun menurut begitu saja, saat ia menyuruhku duduk disampingnya diatas bangku putih panjang ditaman ‘dersaim’ yang menghadap pantai.
^^ author POV
Eun ra asik menikmati pemandangan yang tertera didepan matanya, biasan-biasan merah menghiasi langit yang mulai menggelap saat sang raja kehidupan sudah menyudut dilangit membentuk setengh lingkaran.
“eun ra”
“ne,, waeyoo?”Tanya eun ra pada min ho, masih asik memandang kearah fenomena indah itu.
“hm.. bolehkah aku mengatakan sesuatu?”ujarnya agak dingin, tidak seperti biasanya, min ho yang ia kenal paling cerewet daripada orang - orang yang ia kenal, kini berkata pada eun ra dengan nada serius.
Eun ra yang sadar keseriusan min ho,melirik kearah min ho, sembari senyuman yang merekah.
“apa aku boleh berkata sesuatu?”ujar min ho, terdengar lebih serius dan kini ia tepat berdiri dihadapn eun ra, lalu beranjak berjongkok dihadapan eun ra dan menatap lamat-lamat mata eun ra.
Eun ra yang kaget atas tingkah min ho, malah diam saja.
Mereka berdua saling menatap.
“eum?”,eun ra mulai muak karena lelah menunggu kata-kata min ho keluar dari bibirnya dan bosan saling menatap seperti itu dengan min ho.
“hm… saranghaeyoo.. saranghamnida~”ujarnya, masih menatap lamat-lamat mata eun ra dengan matanya yang berbinar – binar dan menampakkan wajah kecemasan, memelas. Eun ra tidak mengubah ekspresi wajahnya hanya kerutan didahinya mulai nampak.
#tak
“aduuh,, sakit!!”seru min ho, yang kesakitan karena jitakan jemari eun ra yang mendarat dikeningnya.
“jangan bercanda”ujar eun ra, dengan nada meremehkan keseriusan min ho.
“ish.. jawab saja,, apa kau mau menjadi yeojhachinguku?”tutur min ho, tegas. kemudian mendaratkan telapak tangannya pada punggung telapak tangan eun ra yang sedang asik menggemas, saking bingungnya atas tingkah min ho.
^^min ho POV^^
Untuk pertama kalinya aku merasakan perasaan yang begitu menjanggal, perasaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya dan akhirnya kini aku meluapkannya. Aku lelah mengurusi perasaan ini yang sudah membukit dibenakku, aku harus memusnahkan perasaan ini sebelum perasaan ini bisa membunuhku.
Aku mengatakannya begitu saja, kata-kata yang terpendam akhirnya terucap tepat detik ini. Rasanya lega, walau kini tumbuh perasaan dimana aku ingin memilikinya seutuhnya.
Kecemasanku kini menghampiriku, terasa degupan jantungku lebih keras daripada yang awalnya, aku malah lebih takut pada apa jawabannya.
eun ra terdiam, tak berkutik dan tak berbicara, saat telapak tanganku menggenggam telapak tangannya.Kemudian, setelah hening beberapa lama, ia mengangguk.
################
^^author POV^^
“eun ra-ah dari mana?”Tanyaren do saat mendapati eun ra yang baru pulang, dengan nada dingin saat bertemu dengan eun ra didepan pintu dan raut wajahnya terlihat cemas.
“hm.. dari taman”jawab eun ra, dengan seyuman merekah dari sudut bibirnya dan melangkah menuju ruang tengah.
“eun ra-ah,, tadi jjong baru pulang”ujarnya agak dingin, tetapi lebih enggan saat mengatakan itu seraya mengikutiku dari belakang.
“jinjja? Terus, kenapa? Kalau dia merasa ini adalah rumahnya ia akan pulang kesini bukan?”ujar eun ra, dengan nada tinggi dan senyumannya yang awalnya merekah dari sudut bibirnya kini hilang begitu saja.
“bukan itu masalahnya, jjong pulang dengan lebam dipipinya”ujar pelayan eun ra, dengan nada dingin. Eun ra yang mendengar itu, terkejut hebat. Ia mendongak kearah pelayannya, lalu beranjak berdiri.
“dimana oppa?”Tanya eun ra, dengan wajah cemas.
“dikamarnya”jawab pelayanya. Kemudian, dalam sepersekian detik setelah mendengar jawaban pelayannya, eun ra segera melesat kearah kamar oppanya.
Perlahan. Ia mendorong pintu kamar oppanya yang tak terkunci, dengan langkah enggan ia mengarah keranjang oppanya, setelah termenung didepan pintu kamar oppanya, karena ia masih merenung harus masuk atau tidak.
Diatas ranjang itu, terbaring sesosok namja terbungkus selimut putih. Eun ra melihat penampakan wajah kyeopta dengan pipi kirinya yang lebam membiru itu dengan prihatin.
Melihat keadaan oppaya, eun ra melangkah cepat pada ranjang oppanya.
Dengan cepat ia menyentuh kening oppanya, panas!
“panas sekali”rutuk eun ra. Kemudian ia melesat keluar kamar, dan “ren do… bawakan air dingin, oppa demam! Cepat!!”seru eun ra, agak panic kemudian masuk kembali kedalam kamar.
Ia membenarkan posisi tubuh kakaknya yang tergulai lemas diatas ranjang.
“ini eun ra-ah”seru pelayan eun ra saat memasuki lewat pintu kamar oppa eun ra dan membawa sebuah wadah yang berisi es batu.
Dengan gerak cepat, tangan – tangan eun ra mengompres pipi dan kening oppanya.
“ada apa dengan oppa?”Tanya eun ra dengan wajahnya yang panic pada pelayannya.
“aku tidak tahu”jawab pelayan eun ra, ikut cemas melihat jjong tergulai lemas diatas ranjangnya.
Semalaman eun ra menunggu kakaknya disamping ranjang, tidak hentinya ia mengompres dan menatap lamat – lamat kakanya, berharap demamnya lekas menurun dengan tatapan cemas. Hingga akhirnya ia terlelap disamping ranjang kakaknya.
***
Sang raja siang menghujam sinarnya dari sela-sela jendela yang tergerai korden merah gelap dikamar itu, menghujam tubuh eun ra yang terlelap. Sehingga membangunkan eun ra yang terlelap diranjang dengan separuh tubuh atasnya diranjang dan separuhnya lagi diatas kursi, karena terik cahaya matahari menyusup ke indera penglihatannya.
“hoaamph..”uap eun ra, mengusap sudut kelopak matanya dan menyapu pandangannya didalam kamar. Saat ia merasa janggal “jen do…. Mana oppa?”Tanya eun ra berkesan berteriak pada pelayannya dilantai bawah.
Tapi tak ada jawaban.
^^Eun ra POV^^
Tak ada jawaban. Kemana mereka? Entahlah.. aku muak diperlakukan seperti ini.
#ring ding dong
Aku mendengar ponselku sedang menjerit dari dalam kamarku, yang bersebelahan dengan kamar oppa.
“annyeong.. ne? min ho,, wae? Y sudahlah,, itukan namamu, aku tidak suka mengatakan itu, terdengar gombal! Aaah,,, nggak mau tau! Pokoknya tetap min ho, gag ada panggilan seperti itu… terserah.. aiesh,, aku geli mendengar kau memanggilku seperti itu.. huuuft!! Katakan apa maumu, hari ini?”perdebatanku dengan namja terberisik sekaligus kekasihku, cepat menghilangkan rasa kekesalanku, perasaan yang mengganjal sekaligus menyakitiku.
“nde,, ditempat biasa,, annyeong, min ho!” aku menutup flap ponselku lalu segera melesat, kekamar mandi, sesungguhnya aku enggan menutup flap ponselku, ingin membiarkan kekasihku tetap menemaniku selama perasaan ini terus - terusan mengganjal hatiku, walau hanya via telpon. Tapi, tak apalah, aku segera akan bertemu dengannya.
Setelah aku bersiap – siap, aku segera beranjak pergi dari sarang yang memuakkan ini bagiku tanpa sarapan pagi yang telah tersedia diatas meja makan, walaupun aku tau jen do telah sengaja memasakkannya untukku.
“annyeong chagiya,,,”sapa min ho, yang langsung memelukku dari belakang saat aku asik memandang kandang ular seperti biasa, dikebun binatang.Kebun binatang adalah tempatku dengan min ho sering bertemu, sebelum menjadi kekasih, hobi kita yang sama yaitu penyuka kucing, tetapi aku tidak bisa memeliharanya karena oppa alergi dengan bulu kucing.
“sudah kukatakan.. jangan panggil aku seperti itu, terdengar gombal!”seru ku kemudian melangkah membiarkian ia asik memelukku.
“aaah,,, biarkan chagi,, terasa lebih nikmat” ujarnya kemudian melepaskan pelukannya dari tubuhku lalu berjalan mendampingiku.
“eh? Maksudnya?” tanyaku agak terkejut atas ucapannya yang barusan dan menghentikan langkahku.
“eobseo,, hehehehe” jawabya, dan terkekeh kemudian ia menarik lenganku dan melingkari lengannya, dengan terpaksa aku menerima perlakuan itu darinya, memeluk lengannya walaupun sebenarnya aku begitu senang.
Kamipun Menjelajahi semua kandang binatang, tertawa pecah saat ia memberikan candaan mautnya.
Tak kusangka, aku akan menjadi kekasih min ho, tetapi ialah namja yang aku inginkan selama ini, seseorang yang bisa membuyarkan perasaan yang menjanggal itu.
“kita kesana yuk!”ajak min ho, menyeretku semaunya
“eh,, pelan-pelan!”seruku kesal, mengehentikan langkahku.
Tiba- tiba reflek mataku mengarah kepada sepasang yeojha-namja, semakin ku perhatikan aku mengenalnya! Aku mengenal namja itu.
Benarkah dia? oppa? Tapi, memang benar dia, saat namja itu tertawa pecah dengan seoarang yeojha dengan kucing yang digendongnya, terasa hatiku hancur berkeping – keeping. Ia bisa melakukan itu pada orang lain, tetapi tak bisa melakukannya demi aku.
bukankah dia tidak bisa dekat - dekat dengan kucing?
“min ho, aku mau pulang!”geramku, melepaskan lengan min ho, lalu beranjak mengalihkan pandangan dari dua sosok itu dan berlalu dari tempat itu. Min hopun segera mengejarku,
“kau menangis? Waeyoo?”tanyanya dihadapanku, menatap mataku yang berkaca-kaca, dan aku mengalihkan pandangan darinya agar ia tak bisa tetesan air mataku menerobos keluar. Tapi apa daya, hatiku yang tersayat lebih sakit daripada aku bisa menahan air mataku mengalir.
“tak ada,, mataku kelilipan”jawabku, dengan suara parau karena menangis seraya mengusap aliran air mataku yang membasahi pipiku.
“jangan berbohong padaku”ucapnya lembut, kemudian menyeretku pergi dari tempat itu.
Selama perjalanan aku hanya bisa mengusap air mataku yang membasahi pipiku, duduk manis disamping min ho yang serius mengemudi mobilnya.
Sesampai kami disebuah tempat, dengan pandangan danau dihadapan kami yang lengang, dan berdiri bukit yang mengelilingi danau itu. Terasa lebih nyaman, perasaan perih itu berkurang apalagi saat min ho menemaniku.
“waeyoo? Bisakah kau menceritakan padaku?”tanyanya lembut, menempelkan kedua telapak tangannya dikedua pipiku dan menghadapkan wajahku padanya sehingga ia bisa melihat kesedihanku lewat air mataku yang tak henti mengalir , ia mengusap air mataku yang mengalir. Tapi, aku hanya bisa diam.
Lama ia menatap mataku kemudian memelukku membiarkan aku menangis dalam pelukannya.
Beberapa menit kubiarkan berlalu, membiarkan aku bisa beradaptasi dengan suasana hatiku lewat pelukan hangat kekasihku. Kemudian, perlahan aku melepaskan pelukan itu.
“sudah baik’kan?”tanyanya, agak cemas. Menatap lamat mataku, dan menyunggingkan senyum simpul padaku.
“aku kekasihmu, kau bisa mempercayaiku bukan?”ujarnya lagi padaku, melingkari leherku dengan lengan kanannya. Aku hanya bisa diam.
Reflek aku memeluknya, dan menangis lagi didalam pelukannya.
“aku menderita.. hatiku sakit.. memang benar aku melakukan kesalahan itu, tapi, aku juga tidak bisa melakukan apapun saat… semuanya terjadi begitu saja! Dan ia menyalahkanku tentang kejadian itu”seruku disalam pelukannya, kini aku harus meluapkan perasaan ini. Sakit yang kurasakan kini telah memuncak, benar – benar sakit seraya meumukul bidang dadanya.
sedangkan min ho, membalas pelukanku dan mengelus - ngelus punggungku. "ceritakan padaku, apa yang terjadi padamu"
^^Author POV^^
== FLASH BACK ==
3 years ago
0n 14th june 2007
“aku nggak mau tau! Aku mau kitty!! terserah gimana caranya, aku harus punya kitty!”paksa eun ra dihadapan appa, oemma, dan oppa dan beberapa pelayannya. ia menangis ditambah jeritan yang memekik karena sedih saat kucing kesayangannya mati terlindas dengan mobil appanya, saat memarkir mobil sepulang kerja.
“eun ra,, sudahlah,, nanti kita beli lagi”ujar oemma, seraya mengelus-ngelus rambut eun ra.
“nggak mau!! Harus sekarang!”seru eun ra dengan nada tinggi, seraya menangis keras.
“nde,, appa ama oemma yang beli”ujar appa dengan nada kasian pada eun ra yang sudah berjam-jam eun ra menangis karena kematian kucingnya.
“nggak usah oppa,, besok aja,, mana ada toko binatang buka hari minggu?”ujar oppa eun ra, jjong, yang sudah mencegah kepergian appa dan oemma dari tadi.
“eun ra,, kasian jjong oppa,, nanti dia bisa sakit. Dia alergi dengan kucing”ujar oemma, dengan nada lembut, membujuk eun ra.
“gag mau!! Pokoknya harus ada, kitty!!”seru eun ra, mengabaikan setiap janji-janji manis yang diucapkan oemma.
“jjong,, kasian eun ra,, oemma ama appa pergi dulu sebentar ya? Kamu disini dulu dengan eun ra”ujar oemma, kemudian beranjak pergi dengan appa.
"jagalah adikmu ya sayang~" oemma, mengacak lembut rambut jjong sambil mengembangkan senyumannya.
Jjong dan beberapa pelayan dirumah itu, mencoba menghibur eun ra. Tapi, tetap saja ia tidak bisa berhenti menangis walau matanya sudah sembab.
“eun ra!! Berhenti menangis! Appa dan oemma, sudah pergi tapi kau tetap saja menangis”geram jjong dengan nada tinggi pada eun ra yang menangis diatas sofa ruang tengah.
“aku mau kitty”seru eun ra dengan nada tinggi
#plak
Baru kali ini, jjong menampar eun ra, selama empat belas tahun!! Ia tidak pernah diperlakukan seperti itu pada oppa satu-satunya itu, namja kesayangannya setelah appanya apalagi appa dan oemma, saat mereka marah pada eun ra tidak pernah menampar eun ra. Tapi, tamparan itu memang adanya, tepat dipipi kiri eun ra hingga berbekas dipipi eun ra.
Eun rapun terhenti dari tangisannya, ia menatap lamat-lamat oppanya, ia bingung sekaligus kaget dan takut. ia menempelkan tangannya pada pipinya yang di tampari oleh kakaknya tadi. Semua pelayanpun sama terkejutnya, saat perbuatan yang sekasar itu dilakukan majikannya pada yeodongsaeng tersayangnya. Tapi, jjong malah tetap menggeram marah pada eun ra, seperti tidak ada rasa bersalahnya.
“tuan muda.. apa yang anda lakukan pada nona muda?”ujar seorang pelayan, seraya menghampiri eun ra dan memeluknya. Eun ra menurut saja, di bagaimananpun tubuhnya, ia masih terlihat shock atas perbuatan oppanya.
kejadian yang mengejutkan itu mengubah suasana menjadi hening, dan saat itulah dering telepon rumah menjerit.
“annyeong.. nde.. benar.. waeyoo?.. jinjja? Nde.. annyeong..”seorang pelayang dengan langkah cepat membisikkan sesuatu pada jen do, kepala pelayan dirumah itu.
“jinjja?”seru jen do, yang menjadi saksi atas perbuatan kasar jjong pada eun ra. Dan pelayan itu hanya membalas dengan angukkan lalu menunduk kemudian berlalu.
“jjong-ah, eun ra-ah,, oppa dan amma kecelakaan”ujar jen do dengan nada dingin, yang awalnya enggan mengatakan itu tapi ia terpaksa karena mereka berdua harus tahu itu.
Keduanyapun pergi kerumah sakit dimana appa dan oemma mendapat perawatan bersama beberapa pelayan dan sopirnya.
“mianhamnida.. saya tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Terlalu parah, sebaiknya kalian masuk dan mendo’akan mereka saja akan adanya keajaiban”ujar seorang namja dengan jas putih yang menghujam hingga menyentuh sepatunya.
“dokter! Apa kau begitu bodoh, ah? Hingga tak bisa mengobati orang sakit?”seru jen do,seraya menarik kerah baju dokter itu. Sedangkan kedua anak namja-yeojha itu terdiam, memperhatikan tingkah kepala pelayannya itu. Eun ra yang masih lugu, tidak mengerti dari perkataan dokter malah hanya diam, sedangkan min ho yang berusia lebih tua dua tahun dari eun ra, mengerti dengan perkataan dokter. Tiba-tiba, jjong menarik lengan eun ra mengajaknya masuk kedalam sebuah ruangan yang serba putih itu.
Didalam ruangan itu, ada dua ranjang yang dibatasi dengan tirai diantaranya. Jjong mengarah pada ranjang omma sedangkan eun ra mengarah pada ranjang appa.
“eun ra”terdengar desahan seperti panggilan dari mulut oemma, membuat jjong tersentak untuk terakhir kalinya.
#tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit….. tiiiiiiiiiiiiit…
Alat pendeteksi denyut jantung yang berada disamping kepala oemma dan appa bersamaan berbunyi seperti itu dan dilayarnya terlihat garis hijau yang awalnya membentuk gelombang kini menjadi garis hijau yang lurus sempurna.
*****
semenjak itu, Jjong selalu menyalahkan eun ra atas kematian appa dan oemmanya, sekecil apapun kesalahan yang dilakukan eun ra, jjong selalu menghubungkan dengan kematian appa dan oemma. ‘tidak bisakah kau tidak menangis dalam sehari? Aku muak mendengarmu menangis! Kau telah membunuh oemma dan appa, apa belum puas?’ kata-kata seperti itu sering ia ucapkan pada eun ra. Termasuk, dampaknya jjong semakin membenci kucing.
== FLASH BACK END ==
“oppa,, aku menyayanginya, walau ia telah memperlakukan sedingin ini padaku.. tiga tahun berlalu.. ia enggan berbicara padaku.. jeongmal boghoshipoyoo”tangis eun ra didalam pelukan min ho.
“aku benar-benar menyayanginya, tetapi kesalahan terbesarku itu membuatnya begitu sangat membenciku”ujar eun ra.
^^eun ra's POV^^
Akhirnya luapan kesedihan yang kuderita selama tiga tahun kini telah ku utarakan pada seseorang, pada min ho, kekasih yang kusayangi.
Min ho, mengantarku pulang dengan mobil sport birunya.saat masih didalam mobil ia sempat berkata “kau begitu jelek saat menangis, bibirmu terlipat, matamu menjadi sembap, pokoknya jadi jelek! Tetapi, saranghaeyoo”ujar min ho, kemudian melepas tanganku yang tadi diraihnya dengan terpaksa saat aku akan keluar dari mobil. Mendengar ucapannya itu, tanpa dikomando, bibirku terlipat sempurna, wajah kekesalanku Nampak.
“ne,, annyeong.. see you,,”seruku ketus disamping mobilnya
“jika kau kenapa-kenapa katakan padaku, aku akan datang disaat kau memerlukanku”ujarnya lagi, dan wajahnya berubah serius.
Aku baru menyadarinya, setelah sehari menjadi kekasih dengannya, ia adalah kawan yang baik sekaligus kekasih yang baik, ia menghiburku sekaligus menyanyangiku. dan itu akan semakin berat jika aku akan meninggalkan dunia ini.
“saranghaeyoo,, “ujarnya lagi, tetapi dari raut wajahnya ia terlihat memelas, tapi aku tidak bisa menafsirkan mengapa ia seperti itu.
“jawaab”pintanya dengan manja dari kursi pengmudi.
Ternyata, dia mengharapkan kata gombal itu keluar dari mulutku. Tapi aku tidak mengacuhkannya, kemudian berlalu setelah melambaikan tangannya dan senyuman manis padanya, lalu masuk kedalam rumah.
“annyeong”salamku didepan rumah, ternyata ren don sudah menyambutku didepan pintu
“annyeong.. eun ra-ah, dari mana?”tanyanya dengan senyum andalannya
“terserah aku. Dan kenapa kau tadi pagi tidak ada? Mana oppa?”tanyaku ketus, karena kesal kejadian tadi pagi.
“ulang tahun jjong-ah”ujarnya singkat kemudian berlalu kearah dapur.
Aigoo,, benar! Aku melupakan ulang tahun oppa.. aku baru ingat.. bagaimana ini?! Aku celingukan heboh, bingung sendiri.
Setelah bersemedi selama sejam diatas kasur empukku, akhirnya aku memutuskan untuk berkonsultasi saja,
“annyeong,, min ho? Kalau kamu ulang tahun, kamu mau minta apa? Ah? Bukan! Ooh,, ya sudah! Gomawo, min ho.. tidak!! Aku membenci kata-kata itu, aku geli mendengarnya apalagi aku mengucapkannya! Nenene… annyeong” aku menutup flap ponselku. Kemudian melesat pergi dari rumah.
Akhirnya setelah berkeliling, mencari kado sesuai kado yang diinginkan minho, dan yang kuanggap cocok dengan jjong dengan warna selera jjong, merah. Aku segera kembali pulang kerumah.
Tepat jam 11. 00 p.m, aku sampai rumah setelah mendapatkan apa yang aku butuhkan. Kado itu sudah terbalut dengan kertas kado bercorak merah dan diikat dengan pita hitam.
Aku sudah berdiri didepan pintu kamar oppa, tapi enggan masuk, karena kejadian yang kulihat tadi. Rasa perih itu masih membekas.
jadi, terpaksa aku meletakkan kado itu didepan pintu kamar oppa, dan menempelkan secarik kertas yang bertuliskan ‘oppa,, sangeil chukahamnida.. mianhamnida atas kesalahan yang pernah kulakukan padamu.. Wish U all The best and God Bless U’ hanya tulisan ini sebagai perwakilan ucapan permintaan maafku padanya, selama tiga tahun berturut-turut. Dan aku mengirimkan sebuah pesan dengan tulisan yang sama, via sms padanya.
Setelah menunggu, hari ulang tahun oppa usai
00:00:01 tertera dilayar jam wekerku, kini adalah hari ulang tahunku. Hari ulang tahunku tepat setelah ulang tahun oppa, tetapi yang menyakitkan adalah tepat tanggal 14 juni, hari kematian appa dan oemma.
#ring_ding_dong
“annyeong.. nde,, min ho,, eh? Kebalik!! Aku minta kado! Ya sudah aku mau tidur, aku lelah hari ini,, besok sekolah”ujarku, langsung menutup flap ponselku, sebelum min ho melanjutkan obrolan malam ini.
setelah melakukan obrolan via telepon bersama min ho, aku tak bisa tidur. ku paksakan untuk memejamkan mataku lalu meluncur ke dunia mimpi, tapi sia - sia saja.
akhirnya, akupun bangun mencari secarik kertas dan mencoba menuliskan sesuatu di atasnya.
baru beberapa menit aku menceloteh lewat secarik kertas itu, akupun mulai merasa kantukku mulai menghampiriku. tanpa harus ku tunda, aku lekas meletakkan kertas itu di atas meja yang berada di samping ranjangku. dan mencoba berbaring di atas kasurku. setelah, beberapa saat aku berbaring di atas kasur, tiba - tiba perutku terasa melilit lagi. aku baru sadar, kalau aku lupa minum obat. dengan sekuat tenaga sambil menahan rasa sakit yang terus memakiku, aku berusaha memungut bungkusan obatku di atas meja. di dalam otakku hanya terpikiran bahwa aku hanya perlu meminum obat penghilang rasa sakit, dengan di bantu tegukan air putih, maka aku akan bisa langsung tidur. tapi, ini tidak biasa. sakit perutku semakin menjalar ke sekitar pinggulku. aku segera berbaring setelah meminum obat tersebut, dan berharap sakit ini lekas hilang. tetesan demi tetesan mengalir tak terkendali saat aku menahan perih ini sekaligus bayangan kejadian - demi kejadian yang ku alami tepat hari ini di tiga tahun lalu. kematian appa dan oemma. terakhir kali aku bisa melihat senyuman oppa padaku.
apakah aku tidak akan bisa melihat oppa bangga padaku? menyayangi adiknya ini lagi?
memaafkan adiknya yang telah menghancurkan kehidupannya? tapi, tak tahukah ia, bahwa aku juga disini menderita karena kehilangan appa dan eomma..
tangisanku menjadi - jadi, sesaat aku mengenang aku dengan oppa bercanda, saling menjahili satu sama lain. tapi itu hanyalah kenangan yang semata dan itu malah membawa ku semakin sakit.
oppa.. tak bisakah kau memaafkan aku?
jika hari ini adalah hari terakhirku. aku ingin kau bisa mengenangku sebagai adikmu, bukan pembunuh.
tanpa ku sadari, akhirnya akupun terlena dalam buaian ranjangku, di temani dengan kenang - kenanganku yang indah bersamanya dulu.
“eun ra-ah, sangeil chukahamnida”ujar jen do, menyambutku didapur saat aku bertemu dengannya.
“nde.. kamsahamnida..”balasku, dengan senyum merekah disudut bibirku.
Saat aku akan hendak memungut cemilan dari dalam toples, reflek mataku melihat sebuah benda dengan berbentuk kotak yang berbungkus kertas kado bercorak merah dengan berpita hitam didalam tempat sampah, aku segera pergi, urung melakukan apapun saat menyadari bahwa ‘ia tak menerima hadiahku’
“baiklah,, aku harus berangkat”ujarku kemudian melesat, pergi tanpa sarapan. Karena aku sudah menargetkan akan sarapan bersama min ho dan eun hwa dikantin.
ku sadari setetes air mataku menetes tak terkendali, lalu aku lekas mengusapnya.
“annyeong”seruku
Didepan rumahku, mobil sport berwarna biru sudah bertengger dan seorang namja sedang memperhatikanku berjalan mengarah padanya dari dalam mobil.
“hehehe” kami malah saling terkekeh, tanpa sebab yang jelas saat aku duduk manis dikursi depan.
“wae kau tertawa?”tanyaku, masih cekikikan sendiri
“kamu?”tanyanya balik
“gag tau”jawabku
“ya udah,, sama!”serunya
“iesh,,,”desahku kesal.
Sesampaiku dan min ho disekolah, aku sudah menargetkan langusng melesat kearah kelas.
“oia,, aku belum memberitahumu,, eun hwa, aku sudah menjadi yeojhachingu min ho”tuturku dengan sekongyong-konyongnya.
“ah? Jinjja? Chukkae!!”seru eun hwa dan menepuk – nepuk punggung min ho, hingga membuat min ho tersedak atas ulah eun hwa.
^^Min ho POV^^
#teeeeeeeeet teeeeeeeet
Bel pulang sekolah telah menjerit merajai kebisingan dikelas.
“chagiya,, kita pulang yuk?!”pinta eun ra, bermanja-manjaan padaku dan , menarik paksa lenganku.
Aku agak terbelalak dan terkejut atas tingkah yang seperti ini, baru kali ini dia bermanja – manjaan seperti ini. Apalagi, panggilan untukku ‘chagiya’, baru kali ini dia memanggilku seperti ini dan ini pertama kalinya ia mendatangiku ke kelasku.
ini perdana!tapi, aku erasa ada yang aneh?! tapi, ini hari ulang tahunnya'kan!
“ah? Ne_ne_”dengan gerak cepat aku mengumpulkan bukuku yang masih berantakan diatas meja, dan memasukkannya kedalam tas hitamku. Dia menarik lenganku setelah sadar aku sudah siap.
Sebenarnya ada apa dengannya, ini terasa janggal.
“eun ra.. waeyoo?”tanyaku canggung, saat ia menyeretku dengan paksa sepanjang lorong sekolah.
“ah? Aku akan mengajakmu jalan-jalan, aku bosan.. sekaligus merayakan hari ulang tahunku, bagaimana chagiya? Oiya,, panggil aku ‘chagiya’ jangan dengan nama biasa, kita’kan sepasang kekasih”tuturnya dengan nada manja, seraya ia memeluk lenganku dengan erat dan menyandarkan kepalanya dilenganku.
Ada apa dengannya? Baru kali ini, dia bertingkah seperti ini. Aku merasa janggal dengan tingkahnya seperti ini, berkesan aneh. Dia yang paling tidak suka dengan panggilan sayang seperti itu, tetapi kini ia malah memanggilku seperti itu. Apa dia luluh karena aku sering memaksanya memanggilku seperti itu? Tidak mungkin?! Tapi, entahlah.. aku lebih suka seperti ini. Aku tidak ingin kehilangan dia, yoo eun ra, yeojhacginguku’ pikirku
Seraya aku terseret dengan langkahnya yang cepat, sehingga aku harus mengikuti dengan gerak yang cepat dan menikmati kemanjaannya itu. Aku hanya bisa tersenyum senang, walau terasa janggal.
Setelah kami berdebat selama perjalanan didalam mobil, akhirnya kami berdua mengambil keputusan bahwa, ulang tahun eun ra dirayakan di pantai jeju yang tak jauh dari taman tempat aku menjadi kekasihnya.
“indah ya?”tanyanya, seraya menyunggingkan senyuman manis disudut bibirnya, disampingku. Kami berdiri, bersandar pada tembok yang setinggi dadaku.
“hm.. ya”jawabku canggung, seraya menatap kedepan melihat sang raja kehidupan akan tenggelam dengan beralihnya malam yang akan tiba.
Tanpa kusadari, yeojha yang berdiri disampingku itu menangis, aliran air matanya ternyata telah membasahi pipinya tanpa ia mengusapnya. Ia sengaja tidak mengusapnya, sebenarnya ada apa dengannya? Semua pikiranku berkecamuk, atas tingkah eun ra yang begitu aneh hari ini.
“waeyoo, eun ra?”tanyaku, seraya mengusap pipinya mengalir air mata diatasnya. Tetapi, ia tak menjawabnya, ia hanya diam. Ia membiarkan air matanya terus mengalir begitu saja. In benar-benar berkesan aneh, biasanya saat ia menangis, ia akan merunduk dan akan mengalihkan pandangannya dariku, tapi, ia tak melakukannya. Ia membiarkan aku yang mengusap pipinya.
“eun ra!!”seruku, kesal. Saat aku sudah muak dengan tingkahnya, tetapi eksperesi wajahnya tak berubah, hanya wajah yang lemah dengan rasa kepedihan yang terlihat dari matanya yang bisaku terjemahkan.
“saranghaeyoo”ujarnya
Lagi-lagi, ia mengatakan yang aneh!! Kata ‘saranghaeyoo’ yang aku idamkan keluar dari bibirnya, kini terucap. Dan makin membuatku makin bingung! Aku merasakan ada yang aneh dengannya, dengan gerak gontai aku mengelus kepalanya, dan membalasnya tetapi terasa enggan saat aku akan mengucapnya.
“saranghaeyoo, eun ra.. saranghamnida” ucapku lagi, dan ia menyodongkan wajahnya maju menghadap wajahku di saat itulah bibirnya mendarat tepat dibibir merahku.
#deg
Aku hanya bisa diam, dengan tingkahnya, hanya bisa menerima perlakuan itu darinya dengan mata yang melotot.
Kini, sang raja matahari benar – benar hilang hanya biasan kemerahan yang masih tertinggal yang memberikan corak pada langit yang sudah menghitam, dan ia melepaskan ciuman itu.
“chagiya,, aku mau kita ketaman.. sekarang.. kita akan meniup lilin disana, dan memotong kue”ujarnya dengan wajah yang tiba-tiba berkesan bahagia, dan menyeretku lagi, kedalam taman yang tak jauh dari pantai kami berdiri.
Dengan langkah gontai, aku menerima perlakuannya itu, berjalan menapaki pijakan di atas bentangan pasir putih.
“duduk sini”pintanya dengan wajah memelas dan bernada manja padaku. Ia memangku sebuah kuetar dengan lapisan cokelat yang begitu menggoda, dan diatasnya berdiri tujuh belas lilin, symbol ulang tahunnya yang ketujuh belas tahun. Aku yang masih merasa janggal, harus bisa beradaptasi dengan tingkahnya yang seperti itu, menampakkan wajah senang walau perasaan muak atas tingkahnya itu membukit, dan menghamburkan perasaanku.
“huueft” tiupnya setelah aku menyalakan ketujuh belas lilin itu bersamanya.
Ia memotong kue itu dengan senyum merekah, begitu bahagia saat melihat senyuman itu. Benar- benar bahagia,, yeoppo!
Aku menggigit sepotong kue yang ia suapkan padaku, dengan sedikit manja. “eun ra..”panggilku, setelah lama kami saling terdiam. Setelah acara potong kue usai dan kenyang dengan kue tar itu.
“panggil aku chagiya”pintanya dengan manja, seraya menikmati berbaring diatas bangku putih itu dan menumpukkan kepalanya diatas pahaku.
“ooh,, nde,, mianhae, chagiya”ujarku canggung, aku semakin muak dengan tingkahnya yang seperti itu. Tapi, Aku benar-benar akan jahat jika aku akan bertanya tentang masalah itu, itu pikiranku yang masih kutanamkankan sejak aku merasakan keanehan pada dirinya. Aku enggan bertanya padanya, dan aku hanya bisa memberikan elusan mulus pada rambutnya.
“chagiya”panggilnya padaku, masih dalam posisi berbaring.
“waeyoo, chagiya?”tanyaku, agak enggan
“apakah aku berlebihan?”tanyanya, dingin. Aku malah bingung dengan pertanyaannya, ia berlebihan bagaimana maksudnya? Aku tak mengerti, ingin aku menanyakan apa maksud dari pertanyaannya itu. Tapi, aku mengurung pertanyaan lemparan pertanyaan itu lagi.
“anioo,, kau tidak berlebihan”jawabku, mengelus lembut rambutnya
“apakah salah jika aku hanya meminta senyuman?”
“aku hanya meminta senyummannya mengarah padaku, Senyuman tulus menyayangiku, Senyuman yang menginginkan diriku, Hanya itu yang kupinta darinya, Tapi, apakah aku berlebihan?”sambungnya lagi, sebelum aku menemukan balasan apa yang harusnya aku ucapkan saat ia bertanya, tapi ia sudah menyodorkan beberapa pernyataan dan pertanyaan lagi. Dengan deraian air matanya yang tembus membasahi celana jinsku.
Senyuman? dia? Siapa yang dia maksud? Apakah untukku?
Tidak.. bukan untukku,, ia tahu aku menginginkan dirinya, dan tulus menyayanginya, benar-benar menyayanginya. Dan senyumanku, tak pernah henti-hentinya aku sunggingkan di sudut bibirku, hanya untuk dirinya, tulus!. Tapi siapa yang ia maksud?
Semua pikiranku berkecamuk, saat pernyataan – pernyataan itu aku coba tafsirkan tapi,
Apa benar dia? Mungkin’kah dia? Apakah begitu jahatnya dia pada yeodongsaengnya? Pada chagiyaku? Begitu kesalnya hingga membuat penderitaan eun ra seperti ini. Ia benar-benar sudah menderita. Benar-benar menderita.
Kini aku bisa mengambil sebuah sangkaan, bahwa senyuman yang ia maksud adalah senyuman jjong. Yah,, senyuman oppanya yang selalu ia rindukan, ia idamkan. Aku tau semua itu, eun ra telah menceritakan itu padaku.
“chagiya..”panggilnya tiba-tiba,
“nde?”
"apa kau tidak menyesal mengenal wanita seperti aku? kau tidak pantas memiliki wanita seperti aku"
"eun ra~"
"aku tahu, kau akan menyesal nantinya. suatu saat nanti aku mungkin akan meninggalkanku. dan di saat itulah, kau~"
"eun ra, hentikan omong kosong ini!"
"chagiya~ setiap kesenangan, pasti akan penderitaan. kesenangan saat ini, pasti akan tergantikan oleh kepedihan. jika aku yang mulai meninggalkanmu, maukah kau mengikhlaskanku, dan mencari seseorang yang lebih baik daripada aku?"
"eun ra! hentikan!"
"bagaimana? jika aku yang meninggalkanmu, ingatlah masa - masa kita bersama lalu maafkan aku"
min ho tak bisa berkata - kata apalagi. tidak ada kata - kata yang pas yang bisa ia katakan pada wanita yang ada di hadapannya ini.
beberapa saat kemudian,
“sakit..”keluh eun ra, menggemas perutnya kesakitan.
“waeyoo, chagiya?”seruku, aku panic! Aku hendak mengangkat kepalanya, tetapi ia mencengkeram tanganku, sehingga mengurung niatku untuk merebahkan tubuhnya diatas bangku putih itu.
“tetaplah seperti ini.. aku ingin seperti ini”ujarnya, aku yang panic malah makin takut dengan kata-katanya. Aku mengelus rambutnya dengan lembut.
#ring_ding_dong
dering ponselnya diabaikan, aku tak mengerti
“chagiya”panggilku, mengelus pipinya untuk membangunkannya tapi tetap mengabaikannya, dia diam.
Akhirnya aku meraih ponselnya dan membuka flap ponselnya.
“annyeong.. mianhae,, ini min ho, oh,, nde, waeyoo? Mwo? Dialysis (cuci darah)?” aku ternganga saat ucapan seseorang diseberang via telpon itu.
Kata-katanya masih terngiang didalam pikiranku. ‘nde,,, seharusnya eun ra-ah, kemarin menjalani dialysis tetapi, kata dokternya, kemarin ia tidak kesana. Bagaimana ini, kamu harus membawanya kerumah sakit.’ Sama juga dengan seseorang lawan bicara min ho dari via telpon, ia begitu panic.
Tanpa sadar, min ho melepaskan genggamannya pada ponsel eun ra. Dan hendak membangunkan eun ra.
“min ho.. chagiya”ucapnya dengan wajahnya yang pucat, berbeda dari menit-menit sebelumnya. ia bangun dari posisi berbaringnya itu dengan perlahan, dan kemudian beralih memeluk tubuhku. Aku yang memperhatikan tingkahnya masih terbelalak dengan pernyataan tadi, sekarang ia melakukan ini lagi. Rasanya aneh, aku ingin melepaskan pelukan itu tetapi apa daya, ia memelukku.
“saranghamnida,, min ho, saranghaeyoo”bisiknya, dengan nada datar walau terdengar gemetar.
“eun ra.. eun ra.. bangunlah,, kita harus kedokter”seruku, dengan tangan yang gemetar hebat menggoyangkan tubuh eun ra, dengan pelan. Tapi, tak ada jawaban darinya, ia tak bergeming sedikitpun dalam pelukanku.
“chagiya”aku memegang tangannya. Dan.. terasa dingin.
Air mataku mengalir begitu saja,, saat sadar ia sudah pergi. Walau ia didalam pelukanku,, tapi, jiwanya tak ada lagi. Hatiku,, cintaku telah hancur menjadi serpihan.
Eun ra..
chagiya,,
hari ulang tahunmu adalah hari kebahagianku,,
hari dimana cintaku benar-benar bermekaran
dan
menjadi hariku yang terburuk.
Hari aku menemanimu, hingga kau yang harus meninggalkanku terlebih dahulu.
^^Jjong POV^^
Kini aku berdiri diatas pusara dengan batu nisan bertuliskan “yoo eun ra”, “14th June”.
Yah.. yeodongsaengku,, kelurgaku satu-satunya.
selama tiga tahun, aku berpikir, menyesal, merasa bodoh saat - saat aku melakukan hal - hal yang seharusnya aku tidak aku lakukan padanya. aku menyayanginya, aku merindukan saat kita tertawa bersama.
namun, ia malah meninggalkanku di tepat hari yang sama, ketika dua orang yang ku sayangi meninggalkanku hanya karena hal bodoh.
selama tiga tahun, aku mencoba memaafkannya, dan akupun mulai luluh.
perlahan - lahan, dalam tiga tahun aku mengerti tentang kedewasaannya walaupun dari kejauhan. aku mengamati kedewasaannya.
dan, akupun sadar, bahwa ia memang merindukan aku. merindukan seorang kakak laki - lakinya.
== FLASH BACK==
pagi itu, biasa saja, seperti hari - hari biasa tapi, bukan saat - saat appa dan eomma masih ada.
"oppa~ ada apa pipimu?" tanya eun ra saat ia melihat 3 garis bekas sayatan yang terpampang di pipiku.
sayatan itu adalah bekas cakaran kucing.tak ada yang tahu tentang itu, seorang kim jonghyun belajar untuk bermain dengan hewan lucu itu. hewan kesukaan adiknya, eun ra. sudah 2 tahun, aku belajar mendekati kucing, setelah melewati berbagai tahap karantina.
aku hanya menutupi pipiku, sambil menyolot padanya, "apa urusanmu!"
sesaat aku tak sengaja mengatakannya, ku lihat raut wajahnya terlihat lesu. ia lekas pergi dari hadapanku. padahal sejujurnya, aku ingin menarik tangannya lalu memeluknya.
aku sadar, aku terlalu lama menanamkan pikiran sejahat ini tentangnya. aku sadar, itu bukanlah kesalahannya. namun, inilah jalan hidupku.
== FLASH BACK [end] ==
Kemudian aku mengalihkan pandangan kearah disamping pusara eun ra.
Mianhamnida oemma,, aku tak bisa menjaganya seperti keinginan oemma saat itu, batinku sambil menggenggam mata kalung yang menjuntai di lehernya, yah~ hadiah pemberian bocah itu.
"gomawo, saengi~ mianhamnida~"
==FLASH BACK ==
3 years ago on 14th june 2007
Sesosok yeojha separuh baya, tergulai lemas diatas ranjang putih , aku berdiri disampingnya dengan uraian air mataku yang mengalir dipipiku. Aku menggenggam erat tangannya.
“jjong.. jagalah eun ra,, ia yeodongsaengmu,, hanya ia satu-satu keluargamu.. jangan pernah sakiti dia,, biarkan ia hidup lebih lama lagi.. “ujar yeojha itu, yah.. dia oemmaku. Aku mengabaikan kata oemma, pikiranku hanya ketakutan yang menghujam didasar hatiku. Walaupun, aku tau eun ra pengidap gagal ginjal, tapi aku merasa terabaikan karena semua kasih sayang appa dan oemma lebih menyayanginya.
“nde,, oemma” jawabku, menurut dengan angukkan yang berat.
“termasuk saat oemma dan appa tidak adalagi,, apa kau mau menjaganya?”ucap oemma lagi, aku yang sudah tergolong anak yang memasuki fase remaja, mengerti dengan kata-kata oemma, aku terkejut mendengarnya, rasa kecemasan, kekhawatiranku memuncak.
“andwe.. owmma… aku akan menjaganya jika oemma dan appa juga membantuku menjaganya”jawabku, ceplos begitu saja.
“anio,, turuti perintah oemma,,”aku yang paling menyayangi oemma, dan menjadi anak emasnya, segera memberikan angukkan, menurutinya walau terasa berat saat melakukannya.
“jjong,, jagalah..”
“eun ra..”
#tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit….. tiiiiiiiiiiiiit…
“oemmmaaaa…!!!!”
Dan dibalik tirai yang menghujam kelantai, disamping ranjang oemma
#tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit….. tiiiiiiiiiiiiit…
Terdengar pelayan – pelayanku yang menemani eun ra, terdengar menangis terisak – isak.
“tuan..” terdengar teriakan kecil dari suara pelayanku, yah,, jen do.
==FLASH BACK END==
@Home's Eun Ra
tak ada yang berbeda pada bangunan ini, setelah nyonya muda telah tiada. namun, tepat di hari ulang tahunnya, 14th june, balon - balon dengan warna warni membumbung tinggi di langit - langit. sedangkan lantai yang biasanya di tapaki eun ra saat ia ke kamar, di hiasi dengan balon yang melayang, begitupula besi pembatas pada tangga diikatkan balon - balon.
di depan pintu nyonya muda, bertuliskan "Happy Birthday"
dan saat pintu kamar di buka, ruangan gelap itu akan memperlihatkan bintang kelap kelip menghiasi di tiap - tiap sudut kamar.
adakah yang tahu, ini perbuatan siapa?
jen do?
bukan, namun seorang kim jonghyun. ia lelah melakukan hal - hal yang malah menyakiti adiknya itu. seseorang yang di titipkan oleh eomma padanya.
"without love in 3 years"
3 tahun dalam kegilaan. kebodohan. penyesalan yang sia - sia.
walau, sebenarnya, ia tetap memperhatikan adiknya itu dari kejauhan, tanpa disadari sang adik.
di ujung kamar, jonghyun berdiri dan untuk pertama kalinya dalam 3 tahun, ia akan memberikan senyumannya yang tertuju pada sang adik. senyuman sayang. senyuman rindu.
tapi, inilah akhirnya, sia - sia, eun ra telah tiada.
THE END!!!!
Author : devIL'21
Genre : family, friendship, romance
Length : oneshoot
Cast :
- yoo eun ra
- Kim Jonghyun
- Choi min ho
- Song eun hwa
aku hanya meminta senyummannya mengarah padaku
Senyuman tulus menyayangiku
Senyuman yang menginginkan diriku
Hanya itu yang kupinta darinya
apakah itu berlebihan?
*****
“kenapa dia masih bersikap seperti itu padamu?”Tanya eun hwa, disela eun ra sedang asik mencatat materi dari papan tulis.
“entahlah,, kerjakan saja tugasmu, jangan mengurusi masalahku”jawab eun ra, ketus. ia enggan menjawab pertanyaan kawannya itu, karena ia tahu jika mengingat masalah kejadian tadi akan membuat lka hatinya semakin perih.
“aiesh... masalahnya kau itu berada di sampingku dan aku tahu, di dalam otakmu itu” eun ra mengetuk pulpen pada kepala eun ra, "sedang memikirkan hal tadi. ayolah~ kalau kau tidak mau cerita aku tidak apa - apa"tutur eun hwa dengan wajahnya yang tak berdosa.
“sssst… diam saja.. ini urusan aku dengannya, urusi saja”desis eun ra,kesal. Karena sejak tadi, eun hwa terus - terusan memaksanya sedari tadi untuk menceritakan kejadian tadi pagi antaranya dengan kakaknya.
Bagaimanapun juga aku tidak akan selalu menceritakan urusanku dengannya padamu, bukan? Semua masalah bisa aku ceritakan padamu, tapi untuk yang satu ini tak mungkin. mianhae, eun ra, batin eun ra.
lima menit terakhir kali adu mulut di antara kedua sahabat itu, tiba - tiba eun ra menggenggam tangan eun hwa. "eun hwa, aku harus pulang. kau bisa mengizinkan aku saat absen'kan?"
barulah eun hwa menyadari perubahan raut wajah sahabatnya itu, yang sedari tadi duduk di sampingnya kini berubah menjadi pucat. "ada apa, eun ra? kenapa kau terlihat pucat?" tanya eun hwa panik.
eun ra menggemas perutnya yang kini malah memaki seluruh tubuhnya, ia lemas sekarang. "aku harus pulang. aku~" sakit yang memakinya semakin menjadi - jadi "aku harus pulang. tolong, un hwa" tanpa pintaan lagi, eun ra langsung menenteng tasnya serabutan.
bukannya pulang kerumah sesuai yang ia katakan pada eun hwa, eun ra malah pergi ke rumah keduanya. salah satu tempat yang di jadikan sebagai tempat kedua ia pulang, yaitu rumah sakit. ia baru ingat, seharusnya kemarin ia cuci darah, dan karena keteledorannya, efeknya malah akan bisa membawanya kejalan kematian.
Tuhan,, tolong berikan aku kehidupan yang lebih panjang. setelah aku bisa termaafkan olehnya, jemputlah aku. karena saat itulah bebanku akan terbang bersama kesakitan ini.
_____**** EUN RA'S POV ****_____
“annyeong” salamku pada pelayanku, ren do namanya, didepan pintu rumahku yang sudah terbuka lebar yang telah ia bukakan untukku, tepat saat sekujur tubuhku penuh dengan kepenatan dan peluh yang menempel disekujur tubuhku, yang jelas kacau!
“annyeong” jawab pelayan laki- laki itu, dengan senyum merekah dibibirnya, dan senyumannya segera berubah saat melihat keadaanku, “aigoo,,, eun ra-ah waeyoo?”ujarnya dengan agak terbelalak, sembari melepaskan tas yang kusandang dengan ugal-ugalan."sudah kukatakan anda tidak boleh terlalu kelelahan, nanti sakit”sambungnya lagi. "dokter tadi menelponku bahwa kau kemarin lusa tidak kesana, malah kemarin kau baru datang dan pingsan di sana!! sekarang kau malah kelelahan!!" ren do menghela napas, ren do sudah bosan menasehati gadis ini. tapi, apa boleh buat?"apa kau tidak bisa mendengarkanku? kenapa kau tidak bisa di beritahu, oeh?"
“hm.. oppa sudah pulang?”tanyaku, mengabaikan kata-katanya padaku, seraya berjalan mengarah kamarku dengan sempoyongan saking lelahnya, karena kegiatan sekolahku yang tak henti-hentinya menyiksa tubuhku.
“belum”ujarnya, agak canggung.
“sudah.. tapi, pergi lagi”sambung pelayanku, agak terbata-bata.
“oh,, bawa pakaian lagi?”tanyaku dengan nada datar, walau sebenarnya agak kesal.
“sepertinya ia”jawab pelayanku, canggung, dan merunduk, mengikutiku langkahku dari belakang
“oh..” desahku, sudah biasa dengan keadaan ini. Saat kakakku yang satu-satunya dan keluargaku satu-satunya bersikap seperti itu.
“eun ra-ah, gwenchanayoo?”Tanya pelayanku agak enggan, seperti takut – takut tapi dari raut wajahnya terlihat cemas padaku.
“gwenchana,,”ujarku enggan kemudian merampas tas yang dipikulnya dengan agak sopan, dan menyunggingkan senyum sekilas walau berkesan pahit padanya, agar rasa kecemasannya bisa hilang. Lalu aku menutup kamarku, membiarkan sosok pelayanku hilang dari balik pintu kamarku.
Aku merebahkan tubuhku diatas kasur empukku, walau dalam hatiku terasa janggal.
“huuueft” aku menghembuskan nafas panjang, mencoba termenung, memikirkan kesalahan terbesarku padanya. Rutinitas keseharianku..
Hanya semenit berlalu, air mataku mengalir dengan mulus, hingga membasahi kasurku.
~Dia orang yang aku sayangi, walaupun ia membenciku . tapi, Aku hanya bisa menunggu saat keajaiban aku bisa berbicara dengannya lagi, tertawa bersama, menangis, pergi bersama seperti biasa layak seperti dulu. Aku merindukan saat – saat aku bersamanya lagi.
Angan-anganku ini sudah membusuk dalam pikiranku, aku selalu berharap akan ada keajaiban saat – saat dimana aku dengannya berbahagia. Tapi, itu tidak mungkin saat aku melakukan kesalahan terbesar dan sakit yang luar biasa untuknya~
tiba - tiba poselku berdering, dan aku segera mengambilnya.
“waeyoo?... hm,, sebenarnya aku malas pergi keluar,, tapii, tak apalah.. lumayan hari sabtu.. aku juga bosan dirumah sendiri.. ne, ditaman.. annyeong” aku menutup flap ponselku, lalu meletakkan ponselku diatas meja belajarku, kemudian melesat kekamar mandi setelah mengusap pipiku yang ternyata masih basah, walau sudah agak mengering karena aku sempat terlelap.
sesampai aku di taman, “annyeong…” seruku saat, menemukan sosok lelaki sedang asik menikmati hembusan angin yang menerpanya seraya membaca novel diatas sebuah bangku putih yang teduh dibawah pohon, bernama choi min ho.
aku mengenalnya selama ini sebagai kakak seniorku, sahabat, sekaligus penolong bagiku. aku mengenalnya di sini, karena waktu itu, aku masih hidup karenanya. saat itu, ia yang menyelamatkanku ketika aku terkapar di taman ini, dan ialah yang menyelatkanku dengan membawaku ke rumah sakit.
“eh,, duduk sini”jawabnya agak terbata karena terkejut menemukanku yang sudah berdiri dihadapannya. Akupun menurut begitu saja, saat ia menyuruhku duduk disampingnya diatas bangku putih panjang ditaman ‘dersaim’ yang menghadap pantai.
^^ author POV
Eun ra asik menikmati pemandangan yang tertera didepan matanya, biasan-biasan merah menghiasi langit yang mulai menggelap saat sang raja kehidupan sudah menyudut dilangit membentuk setengh lingkaran.
“eun ra”
“ne,, waeyoo?”Tanya eun ra pada min ho, masih asik memandang kearah fenomena indah itu.
“hm.. bolehkah aku mengatakan sesuatu?”ujarnya agak dingin, tidak seperti biasanya, min ho yang ia kenal paling cerewet daripada orang - orang yang ia kenal, kini berkata pada eun ra dengan nada serius.
Eun ra yang sadar keseriusan min ho,melirik kearah min ho, sembari senyuman yang merekah.
“apa aku boleh berkata sesuatu?”ujar min ho, terdengar lebih serius dan kini ia tepat berdiri dihadapn eun ra, lalu beranjak berjongkok dihadapan eun ra dan menatap lamat-lamat mata eun ra.
Eun ra yang kaget atas tingkah min ho, malah diam saja.
Mereka berdua saling menatap.
“eum?”,eun ra mulai muak karena lelah menunggu kata-kata min ho keluar dari bibirnya dan bosan saling menatap seperti itu dengan min ho.
“hm… saranghaeyoo.. saranghamnida~”ujarnya, masih menatap lamat-lamat mata eun ra dengan matanya yang berbinar – binar dan menampakkan wajah kecemasan, memelas. Eun ra tidak mengubah ekspresi wajahnya hanya kerutan didahinya mulai nampak.
#tak
“aduuh,, sakit!!”seru min ho, yang kesakitan karena jitakan jemari eun ra yang mendarat dikeningnya.
“jangan bercanda”ujar eun ra, dengan nada meremehkan keseriusan min ho.
“ish.. jawab saja,, apa kau mau menjadi yeojhachinguku?”tutur min ho, tegas. kemudian mendaratkan telapak tangannya pada punggung telapak tangan eun ra yang sedang asik menggemas, saking bingungnya atas tingkah min ho.
^^min ho POV^^
Untuk pertama kalinya aku merasakan perasaan yang begitu menjanggal, perasaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya dan akhirnya kini aku meluapkannya. Aku lelah mengurusi perasaan ini yang sudah membukit dibenakku, aku harus memusnahkan perasaan ini sebelum perasaan ini bisa membunuhku.
Aku mengatakannya begitu saja, kata-kata yang terpendam akhirnya terucap tepat detik ini. Rasanya lega, walau kini tumbuh perasaan dimana aku ingin memilikinya seutuhnya.
Kecemasanku kini menghampiriku, terasa degupan jantungku lebih keras daripada yang awalnya, aku malah lebih takut pada apa jawabannya.
eun ra terdiam, tak berkutik dan tak berbicara, saat telapak tanganku menggenggam telapak tangannya.Kemudian, setelah hening beberapa lama, ia mengangguk.
################
^^author POV^^
“eun ra-ah dari mana?”Tanyaren do saat mendapati eun ra yang baru pulang, dengan nada dingin saat bertemu dengan eun ra didepan pintu dan raut wajahnya terlihat cemas.
“hm.. dari taman”jawab eun ra, dengan seyuman merekah dari sudut bibirnya dan melangkah menuju ruang tengah.
“eun ra-ah,, tadi jjong baru pulang”ujarnya agak dingin, tetapi lebih enggan saat mengatakan itu seraya mengikutiku dari belakang.
“jinjja? Terus, kenapa? Kalau dia merasa ini adalah rumahnya ia akan pulang kesini bukan?”ujar eun ra, dengan nada tinggi dan senyumannya yang awalnya merekah dari sudut bibirnya kini hilang begitu saja.
“bukan itu masalahnya, jjong pulang dengan lebam dipipinya”ujar pelayan eun ra, dengan nada dingin. Eun ra yang mendengar itu, terkejut hebat. Ia mendongak kearah pelayannya, lalu beranjak berdiri.
“dimana oppa?”Tanya eun ra, dengan wajah cemas.
“dikamarnya”jawab pelayanya. Kemudian, dalam sepersekian detik setelah mendengar jawaban pelayannya, eun ra segera melesat kearah kamar oppanya.
Perlahan. Ia mendorong pintu kamar oppanya yang tak terkunci, dengan langkah enggan ia mengarah keranjang oppanya, setelah termenung didepan pintu kamar oppanya, karena ia masih merenung harus masuk atau tidak.
Diatas ranjang itu, terbaring sesosok namja terbungkus selimut putih. Eun ra melihat penampakan wajah kyeopta dengan pipi kirinya yang lebam membiru itu dengan prihatin.
Melihat keadaan oppaya, eun ra melangkah cepat pada ranjang oppanya.
Dengan cepat ia menyentuh kening oppanya, panas!
“panas sekali”rutuk eun ra. Kemudian ia melesat keluar kamar, dan “ren do… bawakan air dingin, oppa demam! Cepat!!”seru eun ra, agak panic kemudian masuk kembali kedalam kamar.
Ia membenarkan posisi tubuh kakaknya yang tergulai lemas diatas ranjang.
“ini eun ra-ah”seru pelayan eun ra saat memasuki lewat pintu kamar oppa eun ra dan membawa sebuah wadah yang berisi es batu.
Dengan gerak cepat, tangan – tangan eun ra mengompres pipi dan kening oppanya.
“ada apa dengan oppa?”Tanya eun ra dengan wajahnya yang panic pada pelayannya.
“aku tidak tahu”jawab pelayan eun ra, ikut cemas melihat jjong tergulai lemas diatas ranjangnya.
Semalaman eun ra menunggu kakaknya disamping ranjang, tidak hentinya ia mengompres dan menatap lamat – lamat kakanya, berharap demamnya lekas menurun dengan tatapan cemas. Hingga akhirnya ia terlelap disamping ranjang kakaknya.
***
Sang raja siang menghujam sinarnya dari sela-sela jendela yang tergerai korden merah gelap dikamar itu, menghujam tubuh eun ra yang terlelap. Sehingga membangunkan eun ra yang terlelap diranjang dengan separuh tubuh atasnya diranjang dan separuhnya lagi diatas kursi, karena terik cahaya matahari menyusup ke indera penglihatannya.
“hoaamph..”uap eun ra, mengusap sudut kelopak matanya dan menyapu pandangannya didalam kamar. Saat ia merasa janggal “jen do…. Mana oppa?”Tanya eun ra berkesan berteriak pada pelayannya dilantai bawah.
Tapi tak ada jawaban.
^^Eun ra POV^^
Tak ada jawaban. Kemana mereka? Entahlah.. aku muak diperlakukan seperti ini.
#ring ding dong
Aku mendengar ponselku sedang menjerit dari dalam kamarku, yang bersebelahan dengan kamar oppa.
“annyeong.. ne? min ho,, wae? Y sudahlah,, itukan namamu, aku tidak suka mengatakan itu, terdengar gombal! Aaah,,, nggak mau tau! Pokoknya tetap min ho, gag ada panggilan seperti itu… terserah.. aiesh,, aku geli mendengar kau memanggilku seperti itu.. huuuft!! Katakan apa maumu, hari ini?”perdebatanku dengan namja terberisik sekaligus kekasihku, cepat menghilangkan rasa kekesalanku, perasaan yang mengganjal sekaligus menyakitiku.
“nde,, ditempat biasa,, annyeong, min ho!” aku menutup flap ponselku lalu segera melesat, kekamar mandi, sesungguhnya aku enggan menutup flap ponselku, ingin membiarkan kekasihku tetap menemaniku selama perasaan ini terus - terusan mengganjal hatiku, walau hanya via telpon. Tapi, tak apalah, aku segera akan bertemu dengannya.
Setelah aku bersiap – siap, aku segera beranjak pergi dari sarang yang memuakkan ini bagiku tanpa sarapan pagi yang telah tersedia diatas meja makan, walaupun aku tau jen do telah sengaja memasakkannya untukku.
“annyeong chagiya,,,”sapa min ho, yang langsung memelukku dari belakang saat aku asik memandang kandang ular seperti biasa, dikebun binatang.Kebun binatang adalah tempatku dengan min ho sering bertemu, sebelum menjadi kekasih, hobi kita yang sama yaitu penyuka kucing, tetapi aku tidak bisa memeliharanya karena oppa alergi dengan bulu kucing.
“sudah kukatakan.. jangan panggil aku seperti itu, terdengar gombal!”seru ku kemudian melangkah membiarkian ia asik memelukku.
“aaah,,, biarkan chagi,, terasa lebih nikmat” ujarnya kemudian melepaskan pelukannya dari tubuhku lalu berjalan mendampingiku.
“eh? Maksudnya?” tanyaku agak terkejut atas ucapannya yang barusan dan menghentikan langkahku.
“eobseo,, hehehehe” jawabya, dan terkekeh kemudian ia menarik lenganku dan melingkari lengannya, dengan terpaksa aku menerima perlakuan itu darinya, memeluk lengannya walaupun sebenarnya aku begitu senang.
Kamipun Menjelajahi semua kandang binatang, tertawa pecah saat ia memberikan candaan mautnya.
Tak kusangka, aku akan menjadi kekasih min ho, tetapi ialah namja yang aku inginkan selama ini, seseorang yang bisa membuyarkan perasaan yang menjanggal itu.
“kita kesana yuk!”ajak min ho, menyeretku semaunya
“eh,, pelan-pelan!”seruku kesal, mengehentikan langkahku.
Tiba- tiba reflek mataku mengarah kepada sepasang yeojha-namja, semakin ku perhatikan aku mengenalnya! Aku mengenal namja itu.
Benarkah dia? oppa? Tapi, memang benar dia, saat namja itu tertawa pecah dengan seoarang yeojha dengan kucing yang digendongnya, terasa hatiku hancur berkeping – keeping. Ia bisa melakukan itu pada orang lain, tetapi tak bisa melakukannya demi aku.
bukankah dia tidak bisa dekat - dekat dengan kucing?
“min ho, aku mau pulang!”geramku, melepaskan lengan min ho, lalu beranjak mengalihkan pandangan dari dua sosok itu dan berlalu dari tempat itu. Min hopun segera mengejarku,
“kau menangis? Waeyoo?”tanyanya dihadapanku, menatap mataku yang berkaca-kaca, dan aku mengalihkan pandangan darinya agar ia tak bisa tetesan air mataku menerobos keluar. Tapi apa daya, hatiku yang tersayat lebih sakit daripada aku bisa menahan air mataku mengalir.
“tak ada,, mataku kelilipan”jawabku, dengan suara parau karena menangis seraya mengusap aliran air mataku yang membasahi pipiku.
“jangan berbohong padaku”ucapnya lembut, kemudian menyeretku pergi dari tempat itu.
Selama perjalanan aku hanya bisa mengusap air mataku yang membasahi pipiku, duduk manis disamping min ho yang serius mengemudi mobilnya.
Sesampai kami disebuah tempat, dengan pandangan danau dihadapan kami yang lengang, dan berdiri bukit yang mengelilingi danau itu. Terasa lebih nyaman, perasaan perih itu berkurang apalagi saat min ho menemaniku.
“waeyoo? Bisakah kau menceritakan padaku?”tanyanya lembut, menempelkan kedua telapak tangannya dikedua pipiku dan menghadapkan wajahku padanya sehingga ia bisa melihat kesedihanku lewat air mataku yang tak henti mengalir , ia mengusap air mataku yang mengalir. Tapi, aku hanya bisa diam.
Lama ia menatap mataku kemudian memelukku membiarkan aku menangis dalam pelukannya.
Beberapa menit kubiarkan berlalu, membiarkan aku bisa beradaptasi dengan suasana hatiku lewat pelukan hangat kekasihku. Kemudian, perlahan aku melepaskan pelukan itu.
“sudah baik’kan?”tanyanya, agak cemas. Menatap lamat mataku, dan menyunggingkan senyum simpul padaku.
“aku kekasihmu, kau bisa mempercayaiku bukan?”ujarnya lagi padaku, melingkari leherku dengan lengan kanannya. Aku hanya bisa diam.
Reflek aku memeluknya, dan menangis lagi didalam pelukannya.
“aku menderita.. hatiku sakit.. memang benar aku melakukan kesalahan itu, tapi, aku juga tidak bisa melakukan apapun saat… semuanya terjadi begitu saja! Dan ia menyalahkanku tentang kejadian itu”seruku disalam pelukannya, kini aku harus meluapkan perasaan ini. Sakit yang kurasakan kini telah memuncak, benar – benar sakit seraya meumukul bidang dadanya.
sedangkan min ho, membalas pelukanku dan mengelus - ngelus punggungku. "ceritakan padaku, apa yang terjadi padamu"
^^Author POV^^
== FLASH BACK ==
3 years ago
0n 14th june 2007
“aku nggak mau tau! Aku mau kitty!! terserah gimana caranya, aku harus punya kitty!”paksa eun ra dihadapan appa, oemma, dan oppa dan beberapa pelayannya. ia menangis ditambah jeritan yang memekik karena sedih saat kucing kesayangannya mati terlindas dengan mobil appanya, saat memarkir mobil sepulang kerja.
“eun ra,, sudahlah,, nanti kita beli lagi”ujar oemma, seraya mengelus-ngelus rambut eun ra.
“nggak mau!! Harus sekarang!”seru eun ra dengan nada tinggi, seraya menangis keras.
“nde,, appa ama oemma yang beli”ujar appa dengan nada kasian pada eun ra yang sudah berjam-jam eun ra menangis karena kematian kucingnya.
“nggak usah oppa,, besok aja,, mana ada toko binatang buka hari minggu?”ujar oppa eun ra, jjong, yang sudah mencegah kepergian appa dan oemma dari tadi.
“eun ra,, kasian jjong oppa,, nanti dia bisa sakit. Dia alergi dengan kucing”ujar oemma, dengan nada lembut, membujuk eun ra.
“gag mau!! Pokoknya harus ada, kitty!!”seru eun ra, mengabaikan setiap janji-janji manis yang diucapkan oemma.
“jjong,, kasian eun ra,, oemma ama appa pergi dulu sebentar ya? Kamu disini dulu dengan eun ra”ujar oemma, kemudian beranjak pergi dengan appa.
"jagalah adikmu ya sayang~" oemma, mengacak lembut rambut jjong sambil mengembangkan senyumannya.
Jjong dan beberapa pelayan dirumah itu, mencoba menghibur eun ra. Tapi, tetap saja ia tidak bisa berhenti menangis walau matanya sudah sembab.
“eun ra!! Berhenti menangis! Appa dan oemma, sudah pergi tapi kau tetap saja menangis”geram jjong dengan nada tinggi pada eun ra yang menangis diatas sofa ruang tengah.
“aku mau kitty”seru eun ra dengan nada tinggi
#plak
Baru kali ini, jjong menampar eun ra, selama empat belas tahun!! Ia tidak pernah diperlakukan seperti itu pada oppa satu-satunya itu, namja kesayangannya setelah appanya apalagi appa dan oemma, saat mereka marah pada eun ra tidak pernah menampar eun ra. Tapi, tamparan itu memang adanya, tepat dipipi kiri eun ra hingga berbekas dipipi eun ra.
Eun rapun terhenti dari tangisannya, ia menatap lamat-lamat oppanya, ia bingung sekaligus kaget dan takut. ia menempelkan tangannya pada pipinya yang di tampari oleh kakaknya tadi. Semua pelayanpun sama terkejutnya, saat perbuatan yang sekasar itu dilakukan majikannya pada yeodongsaeng tersayangnya. Tapi, jjong malah tetap menggeram marah pada eun ra, seperti tidak ada rasa bersalahnya.
“tuan muda.. apa yang anda lakukan pada nona muda?”ujar seorang pelayan, seraya menghampiri eun ra dan memeluknya. Eun ra menurut saja, di bagaimananpun tubuhnya, ia masih terlihat shock atas perbuatan oppanya.
kejadian yang mengejutkan itu mengubah suasana menjadi hening, dan saat itulah dering telepon rumah menjerit.
“annyeong.. nde.. benar.. waeyoo?.. jinjja? Nde.. annyeong..”seorang pelayang dengan langkah cepat membisikkan sesuatu pada jen do, kepala pelayan dirumah itu.
“jinjja?”seru jen do, yang menjadi saksi atas perbuatan kasar jjong pada eun ra. Dan pelayan itu hanya membalas dengan angukkan lalu menunduk kemudian berlalu.
“jjong-ah, eun ra-ah,, oppa dan amma kecelakaan”ujar jen do dengan nada dingin, yang awalnya enggan mengatakan itu tapi ia terpaksa karena mereka berdua harus tahu itu.
Keduanyapun pergi kerumah sakit dimana appa dan oemma mendapat perawatan bersama beberapa pelayan dan sopirnya.
“mianhamnida.. saya tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Terlalu parah, sebaiknya kalian masuk dan mendo’akan mereka saja akan adanya keajaiban”ujar seorang namja dengan jas putih yang menghujam hingga menyentuh sepatunya.
“dokter! Apa kau begitu bodoh, ah? Hingga tak bisa mengobati orang sakit?”seru jen do,seraya menarik kerah baju dokter itu. Sedangkan kedua anak namja-yeojha itu terdiam, memperhatikan tingkah kepala pelayannya itu. Eun ra yang masih lugu, tidak mengerti dari perkataan dokter malah hanya diam, sedangkan min ho yang berusia lebih tua dua tahun dari eun ra, mengerti dengan perkataan dokter. Tiba-tiba, jjong menarik lengan eun ra mengajaknya masuk kedalam sebuah ruangan yang serba putih itu.
Didalam ruangan itu, ada dua ranjang yang dibatasi dengan tirai diantaranya. Jjong mengarah pada ranjang omma sedangkan eun ra mengarah pada ranjang appa.
“eun ra”terdengar desahan seperti panggilan dari mulut oemma, membuat jjong tersentak untuk terakhir kalinya.
#tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit….. tiiiiiiiiiiiiit…
Alat pendeteksi denyut jantung yang berada disamping kepala oemma dan appa bersamaan berbunyi seperti itu dan dilayarnya terlihat garis hijau yang awalnya membentuk gelombang kini menjadi garis hijau yang lurus sempurna.
*****
semenjak itu, Jjong selalu menyalahkan eun ra atas kematian appa dan oemmanya, sekecil apapun kesalahan yang dilakukan eun ra, jjong selalu menghubungkan dengan kematian appa dan oemma. ‘tidak bisakah kau tidak menangis dalam sehari? Aku muak mendengarmu menangis! Kau telah membunuh oemma dan appa, apa belum puas?’ kata-kata seperti itu sering ia ucapkan pada eun ra. Termasuk, dampaknya jjong semakin membenci kucing.
== FLASH BACK END ==
“oppa,, aku menyayanginya, walau ia telah memperlakukan sedingin ini padaku.. tiga tahun berlalu.. ia enggan berbicara padaku.. jeongmal boghoshipoyoo”tangis eun ra didalam pelukan min ho.
“aku benar-benar menyayanginya, tetapi kesalahan terbesarku itu membuatnya begitu sangat membenciku”ujar eun ra.
^^eun ra's POV^^
Akhirnya luapan kesedihan yang kuderita selama tiga tahun kini telah ku utarakan pada seseorang, pada min ho, kekasih yang kusayangi.
Min ho, mengantarku pulang dengan mobil sport birunya.saat masih didalam mobil ia sempat berkata “kau begitu jelek saat menangis, bibirmu terlipat, matamu menjadi sembap, pokoknya jadi jelek! Tetapi, saranghaeyoo”ujar min ho, kemudian melepas tanganku yang tadi diraihnya dengan terpaksa saat aku akan keluar dari mobil. Mendengar ucapannya itu, tanpa dikomando, bibirku terlipat sempurna, wajah kekesalanku Nampak.
“ne,, annyeong.. see you,,”seruku ketus disamping mobilnya
“jika kau kenapa-kenapa katakan padaku, aku akan datang disaat kau memerlukanku”ujarnya lagi, dan wajahnya berubah serius.
Aku baru menyadarinya, setelah sehari menjadi kekasih dengannya, ia adalah kawan yang baik sekaligus kekasih yang baik, ia menghiburku sekaligus menyanyangiku. dan itu akan semakin berat jika aku akan meninggalkan dunia ini.
“saranghaeyoo,, “ujarnya lagi, tetapi dari raut wajahnya ia terlihat memelas, tapi aku tidak bisa menafsirkan mengapa ia seperti itu.
“jawaab”pintanya dengan manja dari kursi pengmudi.
Ternyata, dia mengharapkan kata gombal itu keluar dari mulutku. Tapi aku tidak mengacuhkannya, kemudian berlalu setelah melambaikan tangannya dan senyuman manis padanya, lalu masuk kedalam rumah.
“annyeong”salamku didepan rumah, ternyata ren don sudah menyambutku didepan pintu
“annyeong.. eun ra-ah, dari mana?”tanyanya dengan senyum andalannya
“terserah aku. Dan kenapa kau tadi pagi tidak ada? Mana oppa?”tanyaku ketus, karena kesal kejadian tadi pagi.
“ulang tahun jjong-ah”ujarnya singkat kemudian berlalu kearah dapur.
Aigoo,, benar! Aku melupakan ulang tahun oppa.. aku baru ingat.. bagaimana ini?! Aku celingukan heboh, bingung sendiri.
Setelah bersemedi selama sejam diatas kasur empukku, akhirnya aku memutuskan untuk berkonsultasi saja,
“annyeong,, min ho? Kalau kamu ulang tahun, kamu mau minta apa? Ah? Bukan! Ooh,, ya sudah! Gomawo, min ho.. tidak!! Aku membenci kata-kata itu, aku geli mendengarnya apalagi aku mengucapkannya! Nenene… annyeong” aku menutup flap ponselku. Kemudian melesat pergi dari rumah.
Akhirnya setelah berkeliling, mencari kado sesuai kado yang diinginkan minho, dan yang kuanggap cocok dengan jjong dengan warna selera jjong, merah. Aku segera kembali pulang kerumah.
Tepat jam 11. 00 p.m, aku sampai rumah setelah mendapatkan apa yang aku butuhkan. Kado itu sudah terbalut dengan kertas kado bercorak merah dan diikat dengan pita hitam.
Aku sudah berdiri didepan pintu kamar oppa, tapi enggan masuk, karena kejadian yang kulihat tadi. Rasa perih itu masih membekas.
jadi, terpaksa aku meletakkan kado itu didepan pintu kamar oppa, dan menempelkan secarik kertas yang bertuliskan ‘oppa,, sangeil chukahamnida.. mianhamnida atas kesalahan yang pernah kulakukan padamu.. Wish U all The best and God Bless U’ hanya tulisan ini sebagai perwakilan ucapan permintaan maafku padanya, selama tiga tahun berturut-turut. Dan aku mengirimkan sebuah pesan dengan tulisan yang sama, via sms padanya.
Setelah menunggu, hari ulang tahun oppa usai
00:00:01 tertera dilayar jam wekerku, kini adalah hari ulang tahunku. Hari ulang tahunku tepat setelah ulang tahun oppa, tetapi yang menyakitkan adalah tepat tanggal 14 juni, hari kematian appa dan oemma.
#ring_ding_dong
“annyeong.. nde,, min ho,, eh? Kebalik!! Aku minta kado! Ya sudah aku mau tidur, aku lelah hari ini,, besok sekolah”ujarku, langsung menutup flap ponselku, sebelum min ho melanjutkan obrolan malam ini.
setelah melakukan obrolan via telepon bersama min ho, aku tak bisa tidur. ku paksakan untuk memejamkan mataku lalu meluncur ke dunia mimpi, tapi sia - sia saja.
akhirnya, akupun bangun mencari secarik kertas dan mencoba menuliskan sesuatu di atasnya.
baru beberapa menit aku menceloteh lewat secarik kertas itu, akupun mulai merasa kantukku mulai menghampiriku. tanpa harus ku tunda, aku lekas meletakkan kertas itu di atas meja yang berada di samping ranjangku. dan mencoba berbaring di atas kasurku. setelah, beberapa saat aku berbaring di atas kasur, tiba - tiba perutku terasa melilit lagi. aku baru sadar, kalau aku lupa minum obat. dengan sekuat tenaga sambil menahan rasa sakit yang terus memakiku, aku berusaha memungut bungkusan obatku di atas meja. di dalam otakku hanya terpikiran bahwa aku hanya perlu meminum obat penghilang rasa sakit, dengan di bantu tegukan air putih, maka aku akan bisa langsung tidur. tapi, ini tidak biasa. sakit perutku semakin menjalar ke sekitar pinggulku. aku segera berbaring setelah meminum obat tersebut, dan berharap sakit ini lekas hilang. tetesan demi tetesan mengalir tak terkendali saat aku menahan perih ini sekaligus bayangan kejadian - demi kejadian yang ku alami tepat hari ini di tiga tahun lalu. kematian appa dan oemma. terakhir kali aku bisa melihat senyuman oppa padaku.
apakah aku tidak akan bisa melihat oppa bangga padaku? menyayangi adiknya ini lagi?
memaafkan adiknya yang telah menghancurkan kehidupannya? tapi, tak tahukah ia, bahwa aku juga disini menderita karena kehilangan appa dan eomma..
tangisanku menjadi - jadi, sesaat aku mengenang aku dengan oppa bercanda, saling menjahili satu sama lain. tapi itu hanyalah kenangan yang semata dan itu malah membawa ku semakin sakit.
oppa.. tak bisakah kau memaafkan aku?
jika hari ini adalah hari terakhirku. aku ingin kau bisa mengenangku sebagai adikmu, bukan pembunuh.
tanpa ku sadari, akhirnya akupun terlena dalam buaian ranjangku, di temani dengan kenang - kenanganku yang indah bersamanya dulu.
“eun ra-ah, sangeil chukahamnida”ujar jen do, menyambutku didapur saat aku bertemu dengannya.
“nde.. kamsahamnida..”balasku, dengan senyum merekah disudut bibirku.
Saat aku akan hendak memungut cemilan dari dalam toples, reflek mataku melihat sebuah benda dengan berbentuk kotak yang berbungkus kertas kado bercorak merah dengan berpita hitam didalam tempat sampah, aku segera pergi, urung melakukan apapun saat menyadari bahwa ‘ia tak menerima hadiahku’
“baiklah,, aku harus berangkat”ujarku kemudian melesat, pergi tanpa sarapan. Karena aku sudah menargetkan akan sarapan bersama min ho dan eun hwa dikantin.
ku sadari setetes air mataku menetes tak terkendali, lalu aku lekas mengusapnya.
“annyeong”seruku
Didepan rumahku, mobil sport berwarna biru sudah bertengger dan seorang namja sedang memperhatikanku berjalan mengarah padanya dari dalam mobil.
“hehehe” kami malah saling terkekeh, tanpa sebab yang jelas saat aku duduk manis dikursi depan.
“wae kau tertawa?”tanyaku, masih cekikikan sendiri
“kamu?”tanyanya balik
“gag tau”jawabku
“ya udah,, sama!”serunya
“iesh,,,”desahku kesal.
Sesampaiku dan min ho disekolah, aku sudah menargetkan langusng melesat kearah kelas.
“oia,, aku belum memberitahumu,, eun hwa, aku sudah menjadi yeojhachingu min ho”tuturku dengan sekongyong-konyongnya.
“ah? Jinjja? Chukkae!!”seru eun hwa dan menepuk – nepuk punggung min ho, hingga membuat min ho tersedak atas ulah eun hwa.
^^Min ho POV^^
#teeeeeeeeet teeeeeeeet
Bel pulang sekolah telah menjerit merajai kebisingan dikelas.
“chagiya,, kita pulang yuk?!”pinta eun ra, bermanja-manjaan padaku dan , menarik paksa lenganku.
Aku agak terbelalak dan terkejut atas tingkah yang seperti ini, baru kali ini dia bermanja – manjaan seperti ini. Apalagi, panggilan untukku ‘chagiya’, baru kali ini dia memanggilku seperti ini dan ini pertama kalinya ia mendatangiku ke kelasku.
ini perdana!tapi, aku erasa ada yang aneh?! tapi, ini hari ulang tahunnya'kan!
“ah? Ne_ne_”dengan gerak cepat aku mengumpulkan bukuku yang masih berantakan diatas meja, dan memasukkannya kedalam tas hitamku. Dia menarik lenganku setelah sadar aku sudah siap.
Sebenarnya ada apa dengannya, ini terasa janggal.
“eun ra.. waeyoo?”tanyaku canggung, saat ia menyeretku dengan paksa sepanjang lorong sekolah.
“ah? Aku akan mengajakmu jalan-jalan, aku bosan.. sekaligus merayakan hari ulang tahunku, bagaimana chagiya? Oiya,, panggil aku ‘chagiya’ jangan dengan nama biasa, kita’kan sepasang kekasih”tuturnya dengan nada manja, seraya ia memeluk lenganku dengan erat dan menyandarkan kepalanya dilenganku.
Ada apa dengannya? Baru kali ini, dia bertingkah seperti ini. Aku merasa janggal dengan tingkahnya seperti ini, berkesan aneh. Dia yang paling tidak suka dengan panggilan sayang seperti itu, tetapi kini ia malah memanggilku seperti itu. Apa dia luluh karena aku sering memaksanya memanggilku seperti itu? Tidak mungkin?! Tapi, entahlah.. aku lebih suka seperti ini. Aku tidak ingin kehilangan dia, yoo eun ra, yeojhacginguku’ pikirku
Seraya aku terseret dengan langkahnya yang cepat, sehingga aku harus mengikuti dengan gerak yang cepat dan menikmati kemanjaannya itu. Aku hanya bisa tersenyum senang, walau terasa janggal.
Setelah kami berdebat selama perjalanan didalam mobil, akhirnya kami berdua mengambil keputusan bahwa, ulang tahun eun ra dirayakan di pantai jeju yang tak jauh dari taman tempat aku menjadi kekasihnya.
“indah ya?”tanyanya, seraya menyunggingkan senyuman manis disudut bibirnya, disampingku. Kami berdiri, bersandar pada tembok yang setinggi dadaku.
“hm.. ya”jawabku canggung, seraya menatap kedepan melihat sang raja kehidupan akan tenggelam dengan beralihnya malam yang akan tiba.
Tanpa kusadari, yeojha yang berdiri disampingku itu menangis, aliran air matanya ternyata telah membasahi pipinya tanpa ia mengusapnya. Ia sengaja tidak mengusapnya, sebenarnya ada apa dengannya? Semua pikiranku berkecamuk, atas tingkah eun ra yang begitu aneh hari ini.
“waeyoo, eun ra?”tanyaku, seraya mengusap pipinya mengalir air mata diatasnya. Tetapi, ia tak menjawabnya, ia hanya diam. Ia membiarkan air matanya terus mengalir begitu saja. In benar-benar berkesan aneh, biasanya saat ia menangis, ia akan merunduk dan akan mengalihkan pandangannya dariku, tapi, ia tak melakukannya. Ia membiarkan aku yang mengusap pipinya.
“eun ra!!”seruku, kesal. Saat aku sudah muak dengan tingkahnya, tetapi eksperesi wajahnya tak berubah, hanya wajah yang lemah dengan rasa kepedihan yang terlihat dari matanya yang bisaku terjemahkan.
“saranghaeyoo”ujarnya
Lagi-lagi, ia mengatakan yang aneh!! Kata ‘saranghaeyoo’ yang aku idamkan keluar dari bibirnya, kini terucap. Dan makin membuatku makin bingung! Aku merasakan ada yang aneh dengannya, dengan gerak gontai aku mengelus kepalanya, dan membalasnya tetapi terasa enggan saat aku akan mengucapnya.
“saranghaeyoo, eun ra.. saranghamnida” ucapku lagi, dan ia menyodongkan wajahnya maju menghadap wajahku di saat itulah bibirnya mendarat tepat dibibir merahku.
#deg
Aku hanya bisa diam, dengan tingkahnya, hanya bisa menerima perlakuan itu darinya dengan mata yang melotot.
Kini, sang raja matahari benar – benar hilang hanya biasan kemerahan yang masih tertinggal yang memberikan corak pada langit yang sudah menghitam, dan ia melepaskan ciuman itu.
“chagiya,, aku mau kita ketaman.. sekarang.. kita akan meniup lilin disana, dan memotong kue”ujarnya dengan wajah yang tiba-tiba berkesan bahagia, dan menyeretku lagi, kedalam taman yang tak jauh dari pantai kami berdiri.
Dengan langkah gontai, aku menerima perlakuannya itu, berjalan menapaki pijakan di atas bentangan pasir putih.
“duduk sini”pintanya dengan wajah memelas dan bernada manja padaku. Ia memangku sebuah kuetar dengan lapisan cokelat yang begitu menggoda, dan diatasnya berdiri tujuh belas lilin, symbol ulang tahunnya yang ketujuh belas tahun. Aku yang masih merasa janggal, harus bisa beradaptasi dengan tingkahnya yang seperti itu, menampakkan wajah senang walau perasaan muak atas tingkahnya itu membukit, dan menghamburkan perasaanku.
“huueft” tiupnya setelah aku menyalakan ketujuh belas lilin itu bersamanya.
Ia memotong kue itu dengan senyum merekah, begitu bahagia saat melihat senyuman itu. Benar- benar bahagia,, yeoppo!
Aku menggigit sepotong kue yang ia suapkan padaku, dengan sedikit manja. “eun ra..”panggilku, setelah lama kami saling terdiam. Setelah acara potong kue usai dan kenyang dengan kue tar itu.
“panggil aku chagiya”pintanya dengan manja, seraya menikmati berbaring diatas bangku putih itu dan menumpukkan kepalanya diatas pahaku.
“ooh,, nde,, mianhae, chagiya”ujarku canggung, aku semakin muak dengan tingkahnya yang seperti itu. Tapi, Aku benar-benar akan jahat jika aku akan bertanya tentang masalah itu, itu pikiranku yang masih kutanamkankan sejak aku merasakan keanehan pada dirinya. Aku enggan bertanya padanya, dan aku hanya bisa memberikan elusan mulus pada rambutnya.
“chagiya”panggilnya padaku, masih dalam posisi berbaring.
“waeyoo, chagiya?”tanyaku, agak enggan
“apakah aku berlebihan?”tanyanya, dingin. Aku malah bingung dengan pertanyaannya, ia berlebihan bagaimana maksudnya? Aku tak mengerti, ingin aku menanyakan apa maksud dari pertanyaannya itu. Tapi, aku mengurung pertanyaan lemparan pertanyaan itu lagi.
“anioo,, kau tidak berlebihan”jawabku, mengelus lembut rambutnya
“apakah salah jika aku hanya meminta senyuman?”
“aku hanya meminta senyummannya mengarah padaku, Senyuman tulus menyayangiku, Senyuman yang menginginkan diriku, Hanya itu yang kupinta darinya, Tapi, apakah aku berlebihan?”sambungnya lagi, sebelum aku menemukan balasan apa yang harusnya aku ucapkan saat ia bertanya, tapi ia sudah menyodorkan beberapa pernyataan dan pertanyaan lagi. Dengan deraian air matanya yang tembus membasahi celana jinsku.
Senyuman? dia? Siapa yang dia maksud? Apakah untukku?
Tidak.. bukan untukku,, ia tahu aku menginginkan dirinya, dan tulus menyayanginya, benar-benar menyayanginya. Dan senyumanku, tak pernah henti-hentinya aku sunggingkan di sudut bibirku, hanya untuk dirinya, tulus!. Tapi siapa yang ia maksud?
Semua pikiranku berkecamuk, saat pernyataan – pernyataan itu aku coba tafsirkan tapi,
Apa benar dia? Mungkin’kah dia? Apakah begitu jahatnya dia pada yeodongsaengnya? Pada chagiyaku? Begitu kesalnya hingga membuat penderitaan eun ra seperti ini. Ia benar-benar sudah menderita. Benar-benar menderita.
Kini aku bisa mengambil sebuah sangkaan, bahwa senyuman yang ia maksud adalah senyuman jjong. Yah,, senyuman oppanya yang selalu ia rindukan, ia idamkan. Aku tau semua itu, eun ra telah menceritakan itu padaku.
“chagiya..”panggilnya tiba-tiba,
“nde?”
"apa kau tidak menyesal mengenal wanita seperti aku? kau tidak pantas memiliki wanita seperti aku"
"eun ra~"
"aku tahu, kau akan menyesal nantinya. suatu saat nanti aku mungkin akan meninggalkanku. dan di saat itulah, kau~"
"eun ra, hentikan omong kosong ini!"
"chagiya~ setiap kesenangan, pasti akan penderitaan. kesenangan saat ini, pasti akan tergantikan oleh kepedihan. jika aku yang mulai meninggalkanmu, maukah kau mengikhlaskanku, dan mencari seseorang yang lebih baik daripada aku?"
"eun ra! hentikan!"
"bagaimana? jika aku yang meninggalkanmu, ingatlah masa - masa kita bersama lalu maafkan aku"
min ho tak bisa berkata - kata apalagi. tidak ada kata - kata yang pas yang bisa ia katakan pada wanita yang ada di hadapannya ini.
beberapa saat kemudian,
“sakit..”keluh eun ra, menggemas perutnya kesakitan.
“waeyoo, chagiya?”seruku, aku panic! Aku hendak mengangkat kepalanya, tetapi ia mencengkeram tanganku, sehingga mengurung niatku untuk merebahkan tubuhnya diatas bangku putih itu.
“tetaplah seperti ini.. aku ingin seperti ini”ujarnya, aku yang panic malah makin takut dengan kata-katanya. Aku mengelus rambutnya dengan lembut.
#ring_ding_dong
dering ponselnya diabaikan, aku tak mengerti
“chagiya”panggilku, mengelus pipinya untuk membangunkannya tapi tetap mengabaikannya, dia diam.
Akhirnya aku meraih ponselnya dan membuka flap ponselnya.
“annyeong.. mianhae,, ini min ho, oh,, nde, waeyoo? Mwo? Dialysis (cuci darah)?” aku ternganga saat ucapan seseorang diseberang via telpon itu.
Kata-katanya masih terngiang didalam pikiranku. ‘nde,,, seharusnya eun ra-ah, kemarin menjalani dialysis tetapi, kata dokternya, kemarin ia tidak kesana. Bagaimana ini, kamu harus membawanya kerumah sakit.’ Sama juga dengan seseorang lawan bicara min ho dari via telpon, ia begitu panic.
Tanpa sadar, min ho melepaskan genggamannya pada ponsel eun ra. Dan hendak membangunkan eun ra.
“min ho.. chagiya”ucapnya dengan wajahnya yang pucat, berbeda dari menit-menit sebelumnya. ia bangun dari posisi berbaringnya itu dengan perlahan, dan kemudian beralih memeluk tubuhku. Aku yang memperhatikan tingkahnya masih terbelalak dengan pernyataan tadi, sekarang ia melakukan ini lagi. Rasanya aneh, aku ingin melepaskan pelukan itu tetapi apa daya, ia memelukku.
“saranghamnida,, min ho, saranghaeyoo”bisiknya, dengan nada datar walau terdengar gemetar.
“eun ra.. eun ra.. bangunlah,, kita harus kedokter”seruku, dengan tangan yang gemetar hebat menggoyangkan tubuh eun ra, dengan pelan. Tapi, tak ada jawaban darinya, ia tak bergeming sedikitpun dalam pelukanku.
“chagiya”aku memegang tangannya. Dan.. terasa dingin.
Air mataku mengalir begitu saja,, saat sadar ia sudah pergi. Walau ia didalam pelukanku,, tapi, jiwanya tak ada lagi. Hatiku,, cintaku telah hancur menjadi serpihan.
Eun ra..
chagiya,,
hari ulang tahunmu adalah hari kebahagianku,,
hari dimana cintaku benar-benar bermekaran
dan
menjadi hariku yang terburuk.
Hari aku menemanimu, hingga kau yang harus meninggalkanku terlebih dahulu.
^^Jjong POV^^
Kini aku berdiri diatas pusara dengan batu nisan bertuliskan “yoo eun ra”, “14th June”.
Yah.. yeodongsaengku,, kelurgaku satu-satunya.
selama tiga tahun, aku berpikir, menyesal, merasa bodoh saat - saat aku melakukan hal - hal yang seharusnya aku tidak aku lakukan padanya. aku menyayanginya, aku merindukan saat kita tertawa bersama.
namun, ia malah meninggalkanku di tepat hari yang sama, ketika dua orang yang ku sayangi meninggalkanku hanya karena hal bodoh.
selama tiga tahun, aku mencoba memaafkannya, dan akupun mulai luluh.
perlahan - lahan, dalam tiga tahun aku mengerti tentang kedewasaannya walaupun dari kejauhan. aku mengamati kedewasaannya.
dan, akupun sadar, bahwa ia memang merindukan aku. merindukan seorang kakak laki - lakinya.
== FLASH BACK==
pagi itu, biasa saja, seperti hari - hari biasa tapi, bukan saat - saat appa dan eomma masih ada.
"oppa~ ada apa pipimu?" tanya eun ra saat ia melihat 3 garis bekas sayatan yang terpampang di pipiku.
sayatan itu adalah bekas cakaran kucing.tak ada yang tahu tentang itu, seorang kim jonghyun belajar untuk bermain dengan hewan lucu itu. hewan kesukaan adiknya, eun ra. sudah 2 tahun, aku belajar mendekati kucing, setelah melewati berbagai tahap karantina.
aku hanya menutupi pipiku, sambil menyolot padanya, "apa urusanmu!"
sesaat aku tak sengaja mengatakannya, ku lihat raut wajahnya terlihat lesu. ia lekas pergi dari hadapanku. padahal sejujurnya, aku ingin menarik tangannya lalu memeluknya.
aku sadar, aku terlalu lama menanamkan pikiran sejahat ini tentangnya. aku sadar, itu bukanlah kesalahannya. namun, inilah jalan hidupku.
== FLASH BACK [end] ==
Kemudian aku mengalihkan pandangan kearah disamping pusara eun ra.
Mianhamnida oemma,, aku tak bisa menjaganya seperti keinginan oemma saat itu, batinku sambil menggenggam mata kalung yang menjuntai di lehernya, yah~ hadiah pemberian bocah itu.
"gomawo, saengi~ mianhamnida~"
==FLASH BACK ==
3 years ago on 14th june 2007
Sesosok yeojha separuh baya, tergulai lemas diatas ranjang putih , aku berdiri disampingnya dengan uraian air mataku yang mengalir dipipiku. Aku menggenggam erat tangannya.
“jjong.. jagalah eun ra,, ia yeodongsaengmu,, hanya ia satu-satu keluargamu.. jangan pernah sakiti dia,, biarkan ia hidup lebih lama lagi.. “ujar yeojha itu, yah.. dia oemmaku. Aku mengabaikan kata oemma, pikiranku hanya ketakutan yang menghujam didasar hatiku. Walaupun, aku tau eun ra pengidap gagal ginjal, tapi aku merasa terabaikan karena semua kasih sayang appa dan oemma lebih menyayanginya.
“nde,, oemma” jawabku, menurut dengan angukkan yang berat.
“termasuk saat oemma dan appa tidak adalagi,, apa kau mau menjaganya?”ucap oemma lagi, aku yang sudah tergolong anak yang memasuki fase remaja, mengerti dengan kata-kata oemma, aku terkejut mendengarnya, rasa kecemasan, kekhawatiranku memuncak.
“andwe.. owmma… aku akan menjaganya jika oemma dan appa juga membantuku menjaganya”jawabku, ceplos begitu saja.
“anio,, turuti perintah oemma,,”aku yang paling menyayangi oemma, dan menjadi anak emasnya, segera memberikan angukkan, menurutinya walau terasa berat saat melakukannya.
“jjong,, jagalah..”
“eun ra..”
#tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit….. tiiiiiiiiiiiiit…
“oemmmaaaa…!!!!”
Dan dibalik tirai yang menghujam kelantai, disamping ranjang oemma
#tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit….. tiiiiiiiiiiiiit…
Terdengar pelayan – pelayanku yang menemani eun ra, terdengar menangis terisak – isak.
“tuan..” terdengar teriakan kecil dari suara pelayanku, yah,, jen do.
==FLASH BACK END==
@Home's Eun Ra
tak ada yang berbeda pada bangunan ini, setelah nyonya muda telah tiada. namun, tepat di hari ulang tahunnya, 14th june, balon - balon dengan warna warni membumbung tinggi di langit - langit. sedangkan lantai yang biasanya di tapaki eun ra saat ia ke kamar, di hiasi dengan balon yang melayang, begitupula besi pembatas pada tangga diikatkan balon - balon.
di depan pintu nyonya muda, bertuliskan "Happy Birthday"
dan saat pintu kamar di buka, ruangan gelap itu akan memperlihatkan bintang kelap kelip menghiasi di tiap - tiap sudut kamar.
adakah yang tahu, ini perbuatan siapa?
jen do?
bukan, namun seorang kim jonghyun. ia lelah melakukan hal - hal yang malah menyakiti adiknya itu. seseorang yang di titipkan oleh eomma padanya.
"without love in 3 years"
3 tahun dalam kegilaan. kebodohan. penyesalan yang sia - sia.
walau, sebenarnya, ia tetap memperhatikan adiknya itu dari kejauhan, tanpa disadari sang adik.
di ujung kamar, jonghyun berdiri dan untuk pertama kalinya dalam 3 tahun, ia akan memberikan senyumannya yang tertuju pada sang adik. senyuman sayang. senyuman rindu.
tapi, inilah akhirnya, sia - sia, eun ra telah tiada.
THE END!!!!
No comments:
Post a Comment
after you read this, don`t forget to LEAVE comment~
Thanks For Visited :)